REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh membantah, pihaknya melakukan politisasi terhadap vaksin Nusantara yang diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Jika ini merupakan politisasi, ia mengaku tak akan mau menjadi bagian dari penelitian vaksin yang berbasis sel dendritik ini.
"Saya pikir kalau soal politisasi, kalau mau ngomong tidak perlu saya membahayakan diri saya sendiri dong dengan menjadi quote and quote soal percobaan vaksin ini," ujar Nihayatul dalam sebuah diskusi daring, Kamis (15/4).
Sebagai anggota DPR yang notabenennya wakil rakyat, ia ingin memberikan contoh bahwa vaksin Nusantara aman dan efektif untuk digunakan. Apalagi sebelumnya sudah ada penelitian di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa vaksin tersebut bermanfaat untuk meningkatkan imunitas.
"Saya ingin menunjukkan kepada masyarakat sebagai support saya kepada vaksin Nusantara ini, dengan saya mau terlibat juga dalam fase penelitian ini," ujar Nihayatul.
Di samping itu, ini juga merupakan bentuk dukungan dari anggota DPR yang menjadi relawan vaksin Nusantara. Bahwa produk dalam negeri harus didukung penuh dan tidak terlalu bergantung dengan vaksin yang berasal dari luar negeri.
"Dari situ bisa digambarkan secara kemandirian obat, kemandirian kesehatan. Oleh karena itu, ketika vaksin Nusantara, vaksin Merah Putih dihambat lajunya bahkan sudah masuk fase pertama lalu disuruh mundur lagi, tentu ini keprihatinan kita semua," kata Nihayatul.
Sebelumnya, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai adanya politisasi vaksin Nusantara yang dilakukan oleh DPR. Hal tersebut terlihat dari getolnya anggota DPR, meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan izin uji klinis tahap II.
"Kekacauan informasi terkait aksi penerimaan vaksin Nusantara oleh DPR bisa dianggap sebagai langkah politisasi vaksin oleh DPR. Politisasi ini tentu bukan tanpa tujuan jika dugaan ini benar," ujar Lucius saat dihubungi, Kamis (15/4).
Izin dari vaksin Nusantara, kata Lucius, bukan merupakan ranah DPR. Jika memang ada perbedaan, sebaiknya DPR lewat Komisi IX melakukan pembicaraan dengan BPOM perihal vaksin yang diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
"Jangan sampai aksi terima vaksin Nusantara ini juga sebagai bentuk sebuah mosi sepihak dari DPR untk kepentingan meseka saja. Bukan demi mengatasi pandemi yang dihadapi bangsa," ujar Lucius.