REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja surplus neraca perdagangan barang pada kuartal I 2021 dinilai belum cukup untuk membalikkan pertumbuhan ekonomi ke laju positif. Para ekonom menilai, laju pertumbuhan nasional pada kuartal pertama tahun ini masih tetap berada pada level negatif atau melanjutkan tren resesi ekonomi.
Ekonom Center of Reform on Economics, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, kontribusu ekspor dan impor terhadap produk domestik bruto (PDB) relatif kecil dibandingkan konsumsi dan investasi. Sementara, perkembangan konsumsi masyarakat dan pemerintah serta realisasi investasi belum menunjukkan perbaikan pada tiga bulan pertama 2021.
"Dari sisi konteks kontribusi ke pemulihan ekonomi, nampaknya belum terlalu terlihat. Kami melihat pertumbuhan masih kisaran -1 sampai -2 persen," kata Yusuf kepada Republika.co.id, Kamis (15/4).
Kendati demikian, Yusuf menilai kinerja ekspor dan impor Indonesia selama kuartal pertama menunjukkan perbaikan. Peningkatan ekspor menunjukkan adanya kenaikan permintaan barang dari pasar luar negeri. Sementara itu, pasar dalam negeri juga mencerminkan adanya peningkatan permintaan.
Itu terlihat dari naiknya impor bahan baku oleh para industri untuk meningkatkan produksi.
"Memang kita lihat data akumulatif tunjukkan ada terjadi tren perbaikan pemulihan ekonomi," kata Yusuf.
Senada dengan Yusuf, Direktur Institute for Development of Economics and Finance, Tauhid Ahmad, mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama masih akan berada di kisaran minus 1 persen. Menurutnya, surplus perdagangan yang diperoleh juga belum begitu sehat.
"Surplus lebih terjadi karena impor bahan baku dan modal yang berkurang karena industri mengurangi utilisasi. Sementara ekspor bahan baku seperti sawit dan batubara cenderung normal. Ya pasti akan terjadi surplus," kata Tauhid.
Di sisi lain, angka Purchasing Manager's Index (PMI) dari IHS Markit yang menunjukkan level 53,2 poin tidak sepenuhnya menunjukkan level ekspansi dari industri. Pasalnya, indeks tersebut hanya menunjukkan aktivitas pembelian, bukan tingkat utilisasi industri.
Tauhid mengatakan, kemungkinan besar belum banyak sektor ekonomi yang pulih pada kuartal pertama tahun ini. Pasalnya, pembiayaan perbankan masih mengalami macet. Dengan kata lain, dibutuhkan restrukturisasi pembiayaan dari perbankan yang lebih untuk menolong sektor industri.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi surplus perdagangan barang sepanjang kuartal I 2021 sebesar 5,52 miliar dolar AS. Kepala BPS, Suhariyanto, menyampaikan, nilai ekspor Indonesia pada kuartal I 2021 tembus 48,9 juta dolar AS atau tumbuh 17,11 persen dari periode sama tahun lalu.
Kenaikan ekspor terjadi pada ekspor migas naik 16,52 persen. Begitu pula pada non migas di mana ekspor pertanian naik 14,61 persen, industri melonjak 18,06 persen, serta pertambangan tumbuh 12,10 persen.
Adapun dari sisi impor, nilainya tercatat mencapai 43,3 juta dolar AS, naik 10,76 persen dari kuartal I 2020. Impor barang konsumsi mengalami kenaikan 14,62 persen, sementara impor bahan baku dan barang modal masing-masing naik 11,47 persen.
"Neraca kita masih surplus. Indikator ini menunjukkan bahwa industri manufaktur kita mulai bergerak begitu juga dengan investasi. Semua berharap ekonomi Indonesia pulih," kata Suhariyanto.