Kamis 15 Apr 2021 19:07 WIB

Tambah Stok BBM Ramah Lingkungan, RU Dumai Produksi Pertamax

Ketahanan BBM Nasional semakin kuat setelah RU Dumai mampu memproduksi pertamax.

Ketahanan BBM Nasional semakin kuat setelah RU Dumai mampu memproduksi pertamax.
Foto: ANTARA/Ahmad Subaidi
Ketahanan BBM Nasional semakin kuat setelah RU Dumai mampu memproduksi pertamax.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka meningkatkan ketahanan stok bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan di tingkat nasional, Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai berhasil melakukan lifting perdana produk Pertamax pada 9 April 2021. Kegiatan lifting perdana tersebut ditandai dengan pengangkutan produk Pertamax sebanyak 45.000 barrel dengan Kapal MT Kirana Dwitya untuk dikirim ke RU III Plaju.

Produksi High Octane Mogas Component (HOMC) Pertamax dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan mogas nasional, khususnya Pertamina area Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel). Produksi Pertamax diharapkan akan meningkatkan pencapaian Yield Valuable Product RU II. Juga, produksi Pertamax juga untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap produk BBM ramah lingkungan.

Direktur Energy Watch  Mamit Setiawan mengapresiasi capaian Pertamina melalui Refinery Unit (RU) II Dumai berhasil melakukan lifting perdana produk Pertamax pada 9 April 2021. "Saya kira apa yang dilakukan oleh RU II merupakan suatu hal yang patut kita apresiasi karena berhasil memproduksi Pertamax," kata Mamit ketika dihubungi wartawan, Rabu (14/4).

Artinya, kata Mamit, kemampuan kilang-kilang milik Pertamina untuk memproduksi BBM dengan Ron tinggi semakin besar. Hal ini bisa membantu Pertamina dalam menjalankan program langit biru secara merata di berbagai wilayah.

Keberhasilan RU II dalam memproduksi Pertamax, kata Mamit, merupakan langkah nyata bahwa Pertamina berhasil melakukan upgrading terhadap kilang yang mereka miliki, sehingga kemampuan untuk memproduksi berbagai macam BBM semakin lengkap.

"Kita terus mendorong agar kemampuan ini dilakukan oleh kilang-kilang lain milik Pertamina yang belum bisa memproduksi Pertamax," ujar dia.

Mamit juga memandang, keberhasilan Pertamina dalam memproduksi Pertamax ini sekaligus merupakan upaya untuk memperkuat pasokan BBM nasional, terutama untuk di BBM dengan Ron yang lebih tinggi. "Apalagi program langit biru terus bisa di jalankan di berbagai daerah. Hal ini juga bisa mengurangi beban import untuk produk BBM yang sudah jadi," ungkap dia.

Untuk itu, lanjut Mamit, Pertamina harus terus bisa menjaga pasokan BBM ramah lingkungan, sehingga masyarakat tidak sulit untuk mendapatkan BBM tersebut. "Apa yang dilakukan oleh Pertamina dengan memberikan promo melalui aplikasi ypertamina saya kira harus tetap dilakukan karena ini akan semakin memanjakan konsumen dalam membeli bbm ramah lingkungan," ucap Mamit.

Selain itu, tambah Mamit, digitalisasi untuk SPBU yang bisa menggunakan aplikasi Mypertamina juga harus semakin ditingkatkan. Karena pastinya akan mengerek kinerja Pertamina sektor hilir mengingat BBM RON tinggi terutama Pertamax ke atas merupakan BBM yang tidak di atur harganya oleh Pemerintah secara langsung.

"Harga Pertamax memang mengikuti trend harga minyak dunia," ujarnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi energi UGM Fahmi Radhi mengatakan, untuk hasilkan Pertamax dan BBM Euro-4, Pertamina harus melakukan upgrading di kilang yang ada. Bahkan jika perlu bangun kilang baru.

Sebagai kilang yang sudah berumur, RU Dumai kata Fahmi sebenarnya didesign tidak untuk hasilkan Pertamax dan Euro-4. Kalau pun mampu produksi, kapasitas produksinya memang cukup terbatas. Karena itu dalam jangka panjang Pertamina tetap perlu membangun kilang baru.

"Seperti yang direncanakan di Cilacap, Bontang dan Tuban, perlu terus didorong supaya terwujud," katanya. Sebagai tambahan, RU II Dumai selanjutnya akan melakukan lifting kedua sebanyak 45.000 barrel yang direncanakan pada tanggal 25 hingga 26 April 2021.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement