REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengumumkan pengusiran 10 diplomat Rusia pada Kamis (15/4). Washington pun menjatuhkan sanksi kepada 32 individu dan enam perusahaan Moskow.
"Sepuluh diplomat yang diusir termasuk perwakilan dari dinas intelijen Rusia," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan. Sementara 32 individu dan entitas serta enam perusahaan dituduh mencampuri penyelenggaraan pemilihan presiden AS tahun lalu.
Dalam keterangannya, Gedung Putih juga mengatakan, Presiden Joe Biden menggunakan saluran diplomatik, militer, dan intelijen guna merespons laporan yang menyebut Rusia mendorong kelompok Taliban untuk menyerang pasukan AS di Afghanistan berdasarkan "penilaian terbaik" dari komunitas intelijen.
Belum jelas apakah ada tindakan atau langkah lain yang bakal dikenakan terhadap Rusia. Langkah terbaru yang diambil Washington akan kian merenggangkan hubungannya dengan Moskow.
Baru-baru ini Biden melakukan percakapan via telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Pada kesempatan itu, Biden disebut mengutarakan niatnya menormalisasi hubungan dengan Rusia. "Joe Biden menyuarakan minat dalam menormalisasi keadaan di jalur bilateral dan membangun kerja sama yang stabil serta dapat diprediksi pada masalah akut seperti memastikan stabilitas strategis dan pengendalian senjata, program nuklir Iran, situasi di Afghanistan dan perubahan iklim global," kata Kremlin.
Namun pada Rabu (14/4) lalu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan masih terlalu dini membicarakan kemungkinan pertemuan bilateral Putin dengan Biden.
"Masih terlalu dini untuk membicarakan rincian pertemuan ini (Putin dan Biden). Ini adalah proposal baru dan akan dipelajari serta dianalisis," kata Peskov saat ditanya perihal kemungkinan pemilihan waktu dan tempat pertemuan kedua pemimpin, dilaporkan laman kantor berita Rusia TASS.
Namun Peskov tak menampik tentang kemungkinan penyelenggaraan pertemuan. "Para pemimpin sepakat bahwa masalah pertemuan semacam itu selanjutnya akan dibahas melalui saluran diplomatik," ujar dia.