Jumat 16 Apr 2021 00:45 WIB

Tim Kuasa Hukum Jumhur akan Hadirkan Sembilan Saksi

Saksi dan ahli kubu Jumhur rencananya akan dihadirkan pada persidangan pekan depan.

Tersangka Petinggi Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat (kanan) tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (16/10/2020). Jumhur Hidayat diperiksa Direktorat Siber Bareskrim Polri sebagai tersangka dalam kasus penyebaran informasi yag ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau pemberitahuan bohong dengan menerbitkan keonaran dikalangan rakyat terkait penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja.
Foto: Antara/Reno Esnir
Tersangka Petinggi Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat (kanan) tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (16/10/2020). Jumhur Hidayat diperiksa Direktorat Siber Bareskrim Polri sebagai tersangka dalam kasus penyebaran informasi yag ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau pemberitahuan bohong dengan menerbitkan keonaran dikalangan rakyat terkait penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum Jumhur Hidayat berencana menghadirkan delapan sampai sembilan saksi fakta dan ahli di persidangan guna membuktikan bahwa petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu tidak bersalah. Saksi dan ahli ini rencananya akan dihadirkan pada persidangan pekan depan.

"Kami ada saksi fakta sementara empat (orang), ahli ada sekitar empat sampai lima, di antaranya ahli bahasa, ahli pidana, ahli ITE (informasi dan transaksi elektronik), dan ekonomi," kata anggota tim kuasa hukum, Oky Wiratama, saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (15/4).

Baca Juga

Beberapa dari saksi dan ahli yang akan dihadirkan adalah tokoh publik. Namun, Oky belum dapat menyebutkan nama-nama saksi fakta dan ahli tersebut.

Sejauh ini, sidang untuk kasus penyebaran berita bohong yang menjerat Jumhur di PN Jakarta Selatan masih masuk pada tahap mendengar pendapat ahli dari jaksa penuntut umum (JPU). Majelis hakim PN Jakarta Selatan yang diketuai Agus Widodo menjadwalkan sidang berikutnya pada hari Senin (19/4).

Jaksa pada sidang minggu depan akan menghadirkan ahli bahasa, yang seharusnya hadir pada Kamis. Menurut Oky, ahli bahasa akan jadi orang terakhir yang akan dihadirkan oleh jaksa dalam persidangan.

Oleh karena itu, pihaknya akan mempersiapkan seorang saksi fakta pada sidang minggu depan agar yang bersangkutan hadir di persidangan jika memungkinkan. Langkah itu, menurut Oky, harus dilakukan oleh tim penasihat hukum karena mereka meyakini waktu yang tersedia untuk menghadirkan saksi dan ahli yang meringankan bagi Jumhur tidak cukup banyak.

Pasalnya, tim penasihat hukum dan terdakwa sejauh ini belum menerima kepastian secara tertulis mengenai perpanjangan masa penahanan Jumhur, yang akan berakhir pada tanggal 3 Mei 2021. Jika tidak ada kepastian terkait perpanjangan masa penahanan atau soal batas waktu bagi jaksa, penasihat hukum Jumhur khawatir waktu yang tersedia untuk menghadirkan saksi dan ahli hanya tersisa kurang lebih 2 minggu.

"Pengalaman kami, pernah terhambat dalam mengajukan pembuktian karena dalam sidang hakim memberi kesempatan seluas-luasnya bagi penuntut umum untuk membuktikan," katanya.

Namun, lanjut dia, pada giliran penasihat hukum, hakim bilang jangan lama-lama karena masa penahanan sudah habis. "Berdasarkan pengalaman itu, kami tidak mau itu terulang dalam kasus ini," kata Oky menerangkan.

Oleh karena itu, tim penasihat hukum berharap majelis hakim segera memberi kepastian mengenai masa penahanan Jumhur serta memberi batas waktu yang jelas bagi jaksa untuk menghadirkan ahlinya ke persidangan. Terkait dengan pertanyaan itu, hakim anggota Nazar Effriadi mengatakan bahwa majelis hakim akan memberi kesempatan yang sama bagi tim kuasa hukum untuk membuktikan terdakwa tidak bersalah.

"Kepada tim kuasa hukum akan diberikan hak yang sama," kata Nazar saat persidangan.

Jumhur Hidayat, yang ditangkap sejak tahun lalu, telah didakwa oleh jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan. Terkait dengan dakwaan itu, Jumhur dijerat dengan dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

 

photo
Pelanggaran UU ITE - (republika/mgrol100)

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement