REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Jaksa penuntut Rusia telah meminta pengadilan memasukkan sejumlah kelompok yang terkait dengan pemimpin oposisi Alexei Navalny sebagai organisasi ekstremis. Jika disetujui, maka ini akan menjadi salah satu langkah paling serius yang diambil oleh pihak berwenang untuk melawan Navalny.
Jaksa penuntut Rusa telah memutuskan untuk mengajukan banding ke pengadilan setelah mempelajari Yayasan Anti-Korupsi Navalny dan kelompok kampanye yang dibangun di berbagai wilayah di seluruh Rusia. Jaksa menyatakan, di bawah kedok slogan liberal, organisasi-organisasi ini terlibat dalam membentuk kondisi yang mengguncang situasi sosial dan sosial-politik Rusia.
“Secara efektif tujuan dari kegiatan mereka adalah menciptakan kondisi untuk mengubah dasar tatanan konstitusional, termasuk dengan menggunakan skenario 'revolusi warna',” ujar pernyataan jaksa, dilansir Aljazirah, Sabtu (17/4).
Navalny telah mengorganisir aksi protes nasional dan melakukan investigasi terhadap kasus korupsi oleh pejabat senior Rusia. Navalny dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan presiden pada 2018. Navaly ditangkap di perbatasan saat dia kembali ke Rusia dari Jerman.
Navalny berada di Jerman untuk melakukan perawatan kesehatan dari insiden peracunan dengan menggunakan racun saraf mematikan. Navalny menduga, Presiden Vladimir Putin berada di balik serangan peracunan terhadap dirinya.
Sebagian besar sekutu Navalny yang paling vokal berada di luar negeri. Sementara sekutu Navalny di Rusia menghadapi dakwaan atas pelanggaran yang berkaitan dengan aksi demonstrasi yang menuntut pembebasan Navalny. Sekutu Navalny berjanji akan melanjutkan aksi mereka secara damai.
"Putin baru saja mengumumkan penindasan politik massal skala penuh di Rusia," ujar asisten utama dan kepala jaringan regional Navalny Leonid Volkov.
Rusia saat ini telah membuat daftar organisasi ekstremis, yang terdiri dari 33 entitas termasuk kelompok ISIS, Taliban, dan Saksi Yehuwa. Kehadiran kelompok ini dilarang di Rusia dan siapapun yang berpartisipasi akan dikenakan hukuman penjara hingga 10 tahun.