REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pada 17 April 1917, pasukan Inggris di Palestina melakukan upaya kedua untuk merebut kota Gaza dari tentara Ottoman. Hal ini dikarenakan serangan utama Sekutu yang didalangi oleh Robert Nivelle gagal total di Front Barat.
Seperti dilansir laman History, jenderal Jerman yang bertanggung jawab atas pasukan di Gaza, Friedrich Kress von Kressenstein sangat menyadari niat Inggris. Pada saat Inggris melancarkan serangan putaran kedua ini, Turki telah memperkuat pertahanan dan memperluas pasukan di sepanjang jalan dari Gaza ke kota terdekat Beersheba.
Pada 26 Maret 1917, serangan Inggris gagal di Gaza. Komandan pasukan Inggris di wilayah tersebut, Sir Archibald Murray salah mengartikan pertempuran tersebut sebagai kemenangan Sekutu yang jelas. Dia mengklaim kerugian Turki menjadi tiga kali lipat dari yang sebenarnya.
Namun, seperti dalam Pertempuran Gaza Pertama, tentara Inggris melebihi jumlah pasukan Turki dengan perbandingan dua banding satu dalam serangan kedua. Selain itu, Inggris menggunakan delapan tank Mark-1 dan 4.000 selongsong gas (digunakan untuk pertama kalinya di front Palestina) untuk memastikan kemenangan.
Tank-tank tersebut terbukti tidak cocok untuk kondisi gurun yang panas dan kering, dan tiga di antaranya dijatuhkan oleh pasukan Turki, yang memberikan pertahanan yang sangat efektif meskipun jumlah mereka lebih sedikit. Setelah tiga hari dan kerugian besar, komandan bawahan Murray, Sir Charles Dobell, terpaksa membatalkan serangan Inggris yang mengakhiri Pertempuran Gaza Kedua dengan kota itu masih dalam kendali Turki. Jumlah korban Inggris, 6.444 orang, tiga kali lipat dari orang Turki.
Sebagai akibat dari kegagalan kedua untuk merebut Gaza, Sekutu memanggil bala bantuan, termasuk pasukan Italia dan Prancis yang tiba dari Eropa untuk bergabung dalam Pertempuran Gaza ketiga dan terakhir yang jatuh pada musim gugur itu.
Di bawah komando regional baru Sir Edward Allenby, Sekutu akhirnya berhasil menerobos dan menguasai Gaza pada November 1917, membiarkan mereka bebas bergerak maju menuju ibu kota Palestina, Yerusalem, yang jatuh ke tangan Sekutu pada 9 Desember.