Sabtu 17 Apr 2021 19:55 WIB

Penyidikan BPJS Naker Menunggu Penetapan Tersangka

Penyidik Kejagung sedang dalam masa perumusan unsur perbuatan melawan hukum.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Ali Mukartono (kanan) bersama Direktur Penyidikan Kejagung Febrie Adriansyah (kiri).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Ali Mukartono (kanan) bersama Direktur Penyidikan Kejagung Febrie Adriansyah (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, Penyidikan Dugaan Korupsi BPJS Naker Menunggu Penetapan Tersangka

 

 

 

 

JAKARTA -- Penyidikan dugaan korupsi dan penyimpangan dana investasi Badan Pengelolaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Naker) tinggal menunggu penetapan tersangka. Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Kejaksan Agung (Jampidsus-Kejagung) Febrie Adriansyah mengatakan, timnya saat ini, sedang dalam masa perumusan unsur perbuatan melawan hukum, dan kerugian negara untuk menetapkan tersangka perorangan.

Febrie menerangkan, beberapa waktu lalu, timnya sudah beberapa kali menyorongkan sejumlah hasil penyidikan ke meja gelar perkara penetapan tersangka. Tetapi, dari hasil ekspos kasus tersebut, dikatakan Febrie, masih ada unsur-unsur perbuatan yang kurang untuk menetapkan pihak-pihak yang bertanggung jawab. 

“Dari proses penyidikan, dan proses pendalaman, sudah mengarah ke sana (penetapan tersangka),” ujar Febrie, Sabtu (17/4).

Febrie menerangkan, dalam dugaan korupsi BPJS Naker, unsur kerugian negara sudah ada. Namun pihak-pihak yang menyebabkan terjadinya kerugian negara, serta tujuan perbuatannya, menjadi unsur paling penting untuk melanjutakan pemidanaan. 

“Ini (penetapan tersangka) akan kita lihat dari beberapa hal termasuk unsur yang selalu saya tekankan, terkait dengan kerugian negara itu,” terang Febrie.

Penyidikan dugaan korupsi BPJS Naker dimulai sejak Januari 2021. Sampai hari ini, belum satupun nama ditetapkan tersangka. Padahal sudah lebih dari 150 orang saksi diperiksa. Penyidikan dugaan korupsi BPJS Naker, terkait penyimpangan pengelolaan dana ke dalam investasi saham dan reksa dana periode 2018-2020. 

Febrie pernah mengatakan, BPJS Naker mengelola dana investasi nasabah sekitar RP 400-an triliun. Investasi saham dan reksa dana, sekitar Rp 43 triliun. Fokus penyidikannya, soal investasi saham dan reksa dana yang merugi sekitar Rp 20 triliun. 

Nilai kerugian tersebut Febrie mengatakan, belum dinyatakan sebagai kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Akan tetapi penyidik meyakini ada dugaan perbuatan pidana dalam keputusan BPJS Naker melakukan transaksi inevstasi saham, serta reksa dana. 

Jampidsus Ali Mukartono pun mengatakan, penyidikan dugaan korupsi di BPJS Naker, menemukan adanya kerugian negara. “Bahwa dalam penyidikan BPJS Ketenagakerjaan ini, kerugian negara itu ada. Namun, adanya kerugian negara tak serta merta dapat menjadi unsur utama penetapan tersangka," kata dia. 

Menurut dia, penyidikan korupsi, kerugian negara, harus dibarengi perbuatan melawan hukum. “Itu yang sedang kita dalami. Dan belum ada kesimpulan untuk menetapkan tersangka. Kalau sudah ditemukan (perbuatan melawan hukum), pasti kita minta untuk segera diekspose penetapan tersangka,” ujar Ali.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement