Sabtu 17 Apr 2021 22:10 WIB

Mudik Dilarang, Wisata Harus Tutup, Ini Kata Sosiolog

Wisata ditutup, pemerintah bisa memberikan bantuan bagi pelaku industri.

Red: Agus Yulianto
Sejumlah peselancar wanita yang mengenakan busana kebaya berfoto sebelum berselancar di Pantai Kuta, Badung, Bali, Jumat (16/4/2021). Kegiatan yang diikuti puluhan perempuan termasuk sejumlah WNA tersebut dilakukan untuk menyambut peringatan Hari Kartini serta membangkitkan sektor pariwisata Bali yang terdampak pandemi COVID-19.
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Sejumlah peselancar wanita yang mengenakan busana kebaya berfoto sebelum berselancar di Pantai Kuta, Badung, Bali, Jumat (16/4/2021). Kegiatan yang diikuti puluhan perempuan termasuk sejumlah WNA tersebut dilakukan untuk menyambut peringatan Hari Kartini serta membangkitkan sektor pariwisata Bali yang terdampak pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sosiolog Universitas Udayana, Bali Wahyu Budi Nugroho mengatakan, sebaiknya tempat wisata juga ditutup bersamaan dengan larangan mudik yang berlaku mulai 6 hingga 17 Mei 2021. Hal ini, agar kebijakan tersebut tidak terkesan setengah hati.

"Sebaiknya tempat wisata juga ditutup bersamaan dengan tenggang waktu larangan mudik sehingga kebijakan untuk mencegah naiknya kasus COVID-19 tidak terkesan setengah-setengah," kata Sosiolog Unud Wahyu Budi Nugroho saat dikonfirmasi di Denpasar, Bali, Sabtu (17/4).

Dia mengatakan, jika dalam penerapan kebijakan larangan mudik terjadi penolakan, dan wisata ditutup, pemerintah bisa memberikan bantuan bagi pelaku industri. Seperti, pemberian insentif bagi sektor jasa transportasi. 

"Bisa jadi yang paling menolak kebijakan ini adalah pelaku bisnis pariwisata (jika wisata ditutup) dan sempat ada wacana pemerintah memberikan insentif bagi sektor jasa transportasi. Pemerintah juga bisa memberikan bantuan untuk pelaku industri pariwisata supaya resistennya tidak terlalu keras," katanya.