REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC -- Amerika Serikat (AS) mengatakan, China terus memfokuskan kebijakannya pada ekspor. AS pun mengungkapkan, negara saingan ekonomi terbesarnya itu juga menerapkan berbagai langkah tegas, guna meningkatkan permintaan domestik.
Dalam laporan valuta asing setengah tahunan, Departemen Keuangan AS menyatakan, pemulihan ekonomi China sejak pandemi sangat tidak seimbang. "Langkah-langkah penahanan yang ketat memungkinkan China segera melanjutkan produksi sementara konsumsi domestik tertinggal," kata laporan tersebut seperti dilansir Bloomberg, Ahad (18/4).
Sementara Presiden China Xi Jinping telah memperjuangkan apa yang pemerintahannya sebut sebagai model 'sirkulasi ganda'. Sirkulasi ganda yakni, ekonomi domestik berfungsi sebagai pendorong utama pertumbuhan.
Departemen Keuangan AS memiliki pandangan berbeda. Mereka menilai, fokus China pada kebijakan yang mendukung permintaan eksternal, berkontribusi pada melebarnya surplus neraca berjalan negara itu tahun lalu, bersama dengan efek sementara dari Covid-19, seperti permintaan luar negeri bagi produk medis.
"Permintaan swasta yang kurang bersemangat didukung oleh berlanjutnya pelemahan di pasar tenaga kerja menimbulkan kekhawatiran, pertumbuhan China tidak dapat dipertahankan tanpa dukungan resmi yang lebih besar untuk konsumsi rumah tangga," ujar Departemen Keuangan AS.
Mereka mengatakan, China harus mengambil langkah tegas demi memungkinkan keterbukaan pasar yang lebih besar dengan menerapkan reformasi struktural guna mengurangi intervensi negara, meningkatkan jaring pengaman sosial dan meningkatkan pengeluaran untuk perawatan kesehatan dan tunjangan pengangguran, serta memungkinkan peran lebih besar bagi kekuatan pasar.
Departemen Keuangan AS menilai, respons fiskal China terhadap pandemi sebagai sikap terbatas, dibandingkan dengan banyak negara G-20, dengan fokus awal pada pengeluaran kesehatan dan pengurangan biaya. Diikuti peningkatan belanja infrastruktur publik.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam laporan tersebut, menahan diri agar tidak melabeli China sebagai manipulator mata uangnya seperti yang dilakukan pendahulunya selama beberapa bulan. Meskipun pemerintahan Biden memang mendesak transparansi lebih besar dalam pengelolaan yuan.
Departemen Keuangan AS menyoroti kurangnya kejelasan tentang pembelian valuta asing bank-bank milik negara yang besar. Cadangan devisa resmi China naik 109 miliar dolar AS tahun lalu, dibandingkan dengan keuntungan hampir 180 miliar dolar AS dalam ukuran terpisah dari pembelian valuta asing.
"Perbedaan antara indikator-indikator ini melebar pada paruh kedua tahun 2020 ke level terbesar sejak 2015," kata Departemen Keuangan AS dalam laporan yang dirilis Jumat. Alasan perbedaan bisa menjadi alasan komersial, meskipun intervensi oleh bank milik negara dapat terlibat, kata departemen itu.
"Secara keseluruhan, perkembangan ini menyoroti kebutuhan China dalam meningkatkan transparansi mengenai kegiatan intervensi valuta asingnya," kata Departemen Keuangan AS. AS membuat China dalam daftar pantauan, guna memantau manajemen nilai tukar.