REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mengakui, jumlah pelaku usaha mikro dan kecil memang mengalami perubahan sebagai akibat dampak pandemi Covid-19. Hanya saja perubahan tersebut tidak sampai menurunkan jumlah pelaku usaha hingga 30 juta.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim mengatakan, perkembangan jumlah pelaku usaha mikro dan usaha kecil dapat diketahui dengan pendekatan data yang bersumber dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 dan 2020. "Survei itu dilakukan setahun dua kali. Yakni, pada Februari dan Agustus," ujar dia melalui keterangan resmi, Ahad (18/4).
Disebutkan, sampel Sakernas Februari sebanyak 75 ribu rumah tangga dan pada Agustus sebanyak 300 ribu rumah tangga. Pada Survei Sakernas ini didata pelaku usaha informal meliputi pelaku usaha sendiri tanpa dibantu buruh dan pelaku usaha dengan dibantu buruh tidak tetap, serta dikumpulkan data pelaku usaha formal yakni pelaku usaha yang dibantu buruh atau pegawai tetap.
“Kami mengacu dan menjadikan data resmi dari BPS. Kemudian ditindaklanjuti dengan berbagai fakta di lapangan melalui dinas yang membidangi koperasi dan UMKM di daerah,” tutur Arif.
Maka Arif memastikan, data yang ada valid. Tercatat pelaku usaha mikro informal baik yang berusaha sendiri tanpa dibantu buruh maupun dibantu buruh tidak tetap pada 2020 bertambah 1,18 juta orang atau 2,62 persen dari 45,07 juta orang pada 2019 menjadi 46,25 juta orang pada 2020.
Kenaikan jumlah pelaku usaha mikro informal tersebut dipicu berkurangnya kesempatan kerja atau berkurangnya pekerja di sektor formal sebanyak 6,03 juta orang atau 10,7 persen dari 56,80 juta pada 2019 menjadi 50,77 orang pada 2020. Sementara jumlah pelaku usaha mikro dan kecil formal (dibantu buruh tetap) berkurang 412,39 ribu orang (9,24 persen) dari 4,46 juta pada 2019 menjadi 4,05 juta orang pada 2020.
“Dari data Sakernas BPS tersebut tercatat terjadi pengurangan usaha mikro dan usaha kecil dengan jumlah 412,39 ribu. Tidak melampaui jutaan orang, apalagi sampai 30 juta orang,” ungkap dia.
Deputi Bidang Statistik Sosial Biro Pusat Statistik Ateng Hartono menjelaskan, pekerja formal mengalami penurunan dibanding Agustus 2019 yakni 4,59 persen. Terutama pada kalangan buruh, karyawan, dan pegawai.
"Namun sektor informal mengalami kenaikkan dibanding Agustus 2019 dengan peningkatan terbanyak pada status pekerja keluarga atau tidak dibayar, menjadi 60,47 persen formal dan 39,53 persen informal," ujar Ateng. Menurutnya, berdasarkan definisi dari BPS, sektor formal merupakan berusaha dibantu buruh tetap dan karyawan.
"Sementara sektor informal adalah berusaha sendiri dengan dibantu buruh tidak tetap. Baik pekerja bebas maupun pekerja keluarga yang tidak dibayar," jelas dia.