REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) mendapati bahwa kurangnya pengawasan membuat Pegawai Negeri Sipil (PNS) terdorong untuk melakukan korupsi. Survei mendapati kalau 49 persen kegiatan korupsi terjadi karena kurangnya pengawasan.
"Faktor yang mempengaruhi PNS menerima uang atau hadiah di luar ketentuan paling besar adalah kurangnya pengawasan," kata Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan dalam konferensi virtual di Jakarta, Ahad (18/4)
Survei dilakukan terhadap seluruh PNS di lembaga-lembaga negara di tingkat pusat dan provinsi yang tersebar di 14 provinsi. Sebanyak 1.200 responden dipilih secara acak dari populasi tersebut.
Survei dilakukan pada 3 Januari hingga 31 Maret 2021. Para responden diwawancarai secara tatap muka, baik daring maupun luring oleh pewawancara yang dilatih. Sedangkan kedekatan PNS dengan pihak yang memberi uang juga merupakan faktor yang mempengaruhi orang untuk korupsi. Sebanyak 37 persen responden menilai kalau kedekatan tersebut menjadi pendorong untuk berlaku koruptif.
Sedangkan 34,8 persen responden menilai kalau keberadaan ada campur tangan politik dari yang lebih berkuasa juga menjadi faktor pendorong korupsi. Sementara 26,2 persen menilai perilaku koruptif akibat gaji yang rendah.
Sebesar 24,4 persen menilai korupsi merupakan baigan dari budaya atau kebiasaan di suatu instansi. Dan 24,2 persen berpendapat korupsi dilakukan guna mendapat uang tambahan di luar penghasilan rutin.
"Faktor-faktor lain yang dinilai lebih sedikit adalah karena tidak ada ketentuan yang jelas, jarang ada hukuman jika ketahuan, pelaku tidak paham, didukung atasan, persepsi hak PNS dan takut dikucilkan," katanya.
Survei juga memaparkan bahwa 47,2 persen responden menilai kalau bidang pengadaan menjadi kegiatan paling koruptif di instansi pemerintah. Selanjutnya sebesar 16 persen di bagian perizinan usaha, 10,4 persen di bagian keuangan, 9,3 persen di bidang pelayanan dan 4,4 persen di bagian personalia.