REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sudah menjadi tradisi di masyarakat Muslim Indonesia pulang kampung (Mudik) di akhir-akhir bulan Ramadhan. Hari Raya Idul Fitri menjadi kesempatan para perantaun mudik untuk bersilaturahmi ke sanak family di kampung halaman.
Ketua Umum PB Washliyah KH Yusnar Yusuf mengatakan, silaturahim secara umum diartikan sebagai menjalin keakraban deng keluarga batih, kerabat dan setara dengannya. Dalam bahasa Qurannya surah Al-Hujurat ayat 10 Ukhuwah, Innamaal mukminuna ikhwatun wattaqullāha la'allakum tur-hamun.
Artinya "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat."
"Jika berdasarkan Quran, maka tidak ditemukan kaitannya dengan pulang kampung," kata saat dihubungi Republika, Sabtu (17/4).
Menurutnya, masyarakat saja yang membuatnya menjadi seolah-olah berkaitan, sehingga dipandang pulang kampung atau mudik pada akhir ramadhan itu bersifat sakral. Artinya tidak boleh ditinggal, pulang kampung itu wajib adanya.
"Pada konteks lain, bolehlah kita menggunakan pendekatan atau analisis yang sederhana. Apakah semakin jauh jarak antar kerabat semakin kuat dorongan untuk pulang kampung, atau mudik ?"
Artinya, kata dia, bahwa pulang kampung, mudik tidak tepat jika dikatakan silaturrahim. Tepatnya, silaturrahim layak dilakukan bila bila masa ada waktu yang luang.
"Sependapat, jika dinyatakan bahwa pulang kampung atau mudik adalah perlakuan yang ditradisikan, atau perlakuan yang mentradisi, karena dilakukan disetiap akhir Ramadhan," katanya.
Kata dia walaupun, dikaitkan dengan dengan silaturrahim dari sisi irisan perjumpaannya. Sebaiknya, lakukan lah Silaturrahim sesering mungkin untuk meningkatkan persaudaraan yang hakiki.
Menurut Ibnu Kastir dalam menafsirkan aya 10 Al-Hujarat itu, semuanya adalah saudara seagama, seperti yang disebutkan oleh Rasulullah Saw. dalam salah satu sabdanya yang mengatakan:
"Orang muslim itu adalah saudara muslim lainnya, ia tidak boleh berbuat aniaya terhadapnya dan tidak boleh pula menjerumuskannya.
Di dalam hadits sahih disebutkan: "Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama si hamba selalu menolong saudaranya."
Di dalam kitab shahih pula disebutkan:
"Apabila seorang muslim berdoa untuk kebaikan saudaranya tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, maka malaikat mengamininya dan mendoakan, "Semoga engkau mendapat hal yang serupa.”
Sementara, mahasiswa Ma’had Harom Al-Makki, Makkah Al-Mukarromah dan lulusan Darul Hadits Al-Ghomidy, Awaly, Makkah Al-Mukarromah Sementara itu Ustaz Rafiq Jauhary Lc mengatakan, silaturahim menyambung persaudaraan adalah bagian dari ibadah dalam Islam, hukumnya wajib.
"Sebaliknya qathi'aturahim memutus persaudaraan adalah dosa yang terqolong sebagai dosa besar," katanya.
Rasulullah bersabda." Tidak akan masuk surga seorang yang memutus (HR Bukhari dan Muslim) maksudnya adalah memutus persaudaraan."
Namun kata dia menyambung persaudaraan maksudnya tidak selalu dengan membuat pertemuan tatap muka, apalagi dengan menentukan waktu khusus setiap lebaran Idul Fitri. Membatasi silaturahim hanya dengan pertemuan tatap muka di saat lebaran.
"Hal itu justru dapat mempersempit makna silaturahim," katanya.
Dalam suasana pandemi hendaknya silaturahim tetap terjaga, jangan jadikan ancaman Covid sebagai penghalang silaturahim. Karena silaturahim masih tetap dapat terjalin dengan bertegur sapa melalui media lain seperti melakukan teleconference (zoom atau google meeting).
"Melakukan panggilan telepon, saling berkirim kartu lebaran, saling berkirim parsel atau boleh juga dengan mengirim transfer ke keluarga," katanya.
Menyambung silaturahmi merupan bagian dari peringah Allah SWT dan Rasulnnya. Perintah Allah tentang menyambung silaturahmi ada dalam surah Ar-Rad ayat 21 yang artinya.
"Orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkannya."
Dalam hadisnya Rasulullah SAW bersabda. "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi." (HR. Abu Hurairah).
Untuk itu saat menjalani silaturahmi, kita mesti berbuat baik kepada kaum kerabat dan sanak famili, juga kepada kaum fakir miskin, orang-orang yang memerlukan bantuan, dan mendermakan kebajikan.