Selasa 20 Apr 2021 05:57 WIB

Filipina Siap Kirim Kapal Militer ke LCS, Jika China Nambang

Duterte menegaskan hak Filipina di Laut China Selatan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Rodrigo Duterte tak Izinkan Anak-Anak Bersekolah.
Foto: Ace Morandante/Fotografer Istana Malacanang v
Presiden Rodrigo Duterte tak Izinkan Anak-Anak Bersekolah.

REPUBLIKA.CO.ID,   MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan, siap untuk mengirim kapal militer ke Laut Cina Selatan, Senin (19/4). Penurunan armada itu untuk mengajukan klaim atas sumber daya minyak dan mineral di bagian jalur perairan strategis yang disengketakan.

"Saya tidak begitu tertarik sekarang pada memancing. Saya tidak berpikir ada cukup ikan untuk diperdebatkan. Tapi, ketika kita mulai menambang, ketika kita mulai mendapatkan apa pun yang ada di perut Laut China, minyak kita, pada saat itu saya akan mengirim kapal abu-abu saya ke sana untuk mengajukan klaim," kata Duterte dalam pidato publik larut malam.

Baca Juga

Beberapa kritikus mengeluh bahwa Duterte telah bersikap lunak dengan menolak mendorong Beijing untuk mematuhi putusan arbitrase. Namun, Presiden Filipina ini mengatakan, publik dapat diyakinkan bahwa dia akan menegaskan klaim negara itu atas sumber daya, seperti minyak dan mineral di Laut Cina Selatan.

"Jika mereka mulai mengebor minyak di sana, saya akan beri tahu China, apakah itu bagian dari kesepakatan kita? Jika itu bukan bagian dari kesepakatan kita, saya juga akan mengebor minyak di sana," ujar Duterte.

Meski mulai bersikap jelas untuk membela batas di Laut China Selatan, Duterte mengaku ingin tetap berteman dengan China. Dia telah berusaha membangun aliansi dengan Beijing karena dijanjikan pinjaman dan investasi miliaran dolar, yang sebagian besar belum terwujud.

Duterte pun telah berkali-kali mengatakan Filipina tidak berdaya untuk menghentikan China. Sikap menantang aktivitas Beijing dapat menimbulkan risiko perang.

Pemimpin itu mengatakan, tidak ada cara bagi Filipina untuk menegakkan tanpa pertumpahan darah dalam menegakan keputusan arbitrase pada 2016. Peristiwa itu mengklarifikasi hak kedaulatan Filipina di zona ekonomi eksklusifnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement