REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Pakistan mendesak Taliban untuk tetap terlibat dalam proses perdamaian Afghanistan. Seruan itu dinyatakan oleh Pakistan setelah Taliban mengatakan akan menghindari pertemuan puncak dengan Afghanistan, sampai semua pasukan asing pergi.
"Mereka mengambil keputusan sendiri tetapi kami akan melakukan apa pun yang kami bisa untuk meyakinkan mereka bahwa adalah kepentingan nasional mereka untuk tetap terlibat," kata Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi.
Qureshi mengatakan, dia optimistis Taliban akan mendapat manfaat dengan tetap terlibat dalam proses perdamaian. Pakistan ikut membantu memfasilitasi negosiasi AS-Taliban di Doha yang menghasilkan kesepakatan penarikan pasukan AS pada 1 Mei. Pakistan memiliki pengaruh yang cukup besar dengan Taliban.
Qureshi mengaku khawatir kekerasan dapat meningkat jika proses perdamaian tetap menemui jalan buntu. Apabila perdamaian tidak tercapai, maka dapat menjerumuskan Afghanistan ke dalam perang saudara dan menyebabkan eksodus warga Afghanistan.
Penolakan Taliban untuk hadir dalam pertemuan puncak dapat mengacaukan proses perdamaian. Pertemuan puncak tersebut dijadwalkan pada Sabtu (24/4) mendatang di Turki. Melalui pertemuan ini diharapkan para delegasi dapat menciptakan momentum baru menuju penyelesaian politik antara Taliban dan pemerintah Afghanistan. Seorang sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Pakistan menekan Taliban untuk kembali ke meja perundingan.
Menurut para pejabat AS dan Afghanistan, para pemberontak memiliki tempat perlindungan di Pakistan. Namun Pakistan membantah tuduhan tersebut.
Pakistan menampung hampir 3 juta pengungsi Afghanistan. Pakistan sedang membangun pagar di sepanjang perbatasan 2.500 km (1.500 mil) yang disengketakan dengan Afghanistan. Saat ini pembangunan sudah berjalan 90 persen, dan diharapkan akan selesai pada September.
Taliban memerintah Afghanistan dari tahun 1996 hingga 2001 ketika mereka digulingkan oleh pasukan pimpinan AS. Tetapi mereka masih menguasai wilayah yang luas.