Oleh : Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Tahmid ialah ungkapan spontanitas seseorang yang baru saja merasakan nikmat dan karunia Allah SWT dengan mengucapkan kata alhamdulillah.
Kata ini berasal dari akar kata hamida-yahmadu yang berarti segala puji hanya tertuju kepada Allah SWT.
Sementara, syukur lebih dari sekadar ber-tahmid. Syukur berasal dari kata syakara-yasykuru, berarti bersyukur, berterima kasih. Menurut istilah oleh sebagian ulama dikatakan mengeluarkan hak-hak orang lain dari nikmat Allah yang kita peroleh, misalnya, mengeluarkan zakat minimal 2,5 persen ditambah dengan sedekah dan berbagai bentuk pemberian lainnya kepada mereka yang berhak.
Menurut para ahli, hakikat syukur adalah menyandarkan segala nikmat kepada pemberi nikmat dengan sikap rendah diri. Atas dasar pengertian inilah Allah mempunyai sifat al syakûr, syukur yang sangat luas. Allah memberikan balasan kepada para hamba-Nya atas kesyukurannya.
Al Junaid mengatakan, syukur ialah engkau tidak memandang dirimu sebagai pemilik nikmat. Syâkir adalah orang yang mensyukuri atas adanya pemberian, sedangkan syakûr adalah mensyukuri atas penolakan. Ada juga yang mengatakan, syâkir adalah orang yang mensyukuri atas nikmat, sedangkan syakûr adalah mensyukuri atas musibah yang menimpanya.
Menurut As Syiblî, syukur ialah melihat kepada pemberi nikmat dan bukan kepada nikmatnya. Pernyataan ini diperkuat dengan ucapan Nabi Ayyub AS yang bersikap sabar terhadap musibah yang menimpanya, sehingga ia disebut sebagai hamba yang sebaik-baiknya.
Demikian juga Nabi Sulaiman AS yang bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepadanya sehingga ia disebut juga sebagai hamba yang sebaik-baiknya. Hal ini disebabkan karena keduanya konsentrasi pada pemberi nikmat dan bukan pada musibah dan nikmat itu, sehingga keduanya tidak merasakan sama sekali rasa sakit dan nyaman.
Syukur ada tiga macam, yakni syukur dengan lisan, inilah yang populer, syukur dengan hati, yaitu menyadari sepenuhnya atas segala apa yang disaksikan di bumi yang luas dan tetap konsisten menjaga kehormatan, serta syukur dengan aktualisasi diri.
Syukur kedua mata adalah menahan dan menghindari dari segala yang diharamkan Allah atas keduanya dan dari segala aib orang. Syukur kedua telinga adalah menyumbat keduanya dari segala aib orang dan yang tidak halal didengarnya.
Syukur kedua tangan adalah menahan untuk tidak mengambil hak orang lain. Syukur kedua kaki adalah tidak menjalankannya pada arah yang menuju kemaksiatan.
Harapan kita, tentu ingin meningkatkan kualitas kesyukuran kita, tidak sekadar mengucap tahmid dan pujian kepada Allah SWT, tetapi bagaimana mengaktualkan rasa syukur kita, sehingga selain memperoleh kepuasan batin, kita juga menjadi rahmat bagi semesta alam. Itulah wujud pribadi yang bersyukur.