REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan infrastruktur gas sangat sangat dibutuhkan untuk mendukung pemanfaatan gas dengan maksimal, sehingga perlu dukungan untuk investasi.
Direktur Eksekutif Refomainer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, 85 cadangan dan produksi gas bumi ada di Indonesia Timur sementara 85 persen penggunanya di ada di Indonesia bagian barat."Mau tidak mau infrastruktur jadi kunci," kata Komaidi, Senin (20/4).
Menurut Komaidi, gas di di Indonesia Timur tidak bisa dibawa begitu saja perlu diubah jadi gas alam cair atau Liquified Natural Gas (LNG), namun proses tersebut membutuhkan biaya tambahan sehingga harganya menjadi mahal. Pilihan ke dua dengan membangun infrastruktur pipa transmisi disitribusi.
Untuk investasi membangun infrastruktur pipa gas tersebut, tentu harus mempertimbangkan keekonomian proyek, serta ada komitmen dari pembeli gas yang melintas pipa tersebut.
"Ini seperti investasi di jalan tol akan menghitung berapa yang lewat sampai investasi kembali, di gas juga begitu," tutur Komaidi.
Namun saat ini seluruh rantai bisnis gas sedang mengalami kesulitan, sebab adanya penetapan harga gas sebesar 6 dolar AS per MMBTU, kebijakan ini membuat keuntungan badan usaha tipis bahkan rugi sehingga menyulitkan untuk berinvestasi.
"Ini akar permasalahannya bukan hanya dialami PGN, tapi seluruh mata rantai bisnis gas, saya rasa bisa mati bareng-bareng," tuturnya.
Mantan Dosen Universitas Pertamina Dian Nurul Fitria memandang, pembangunan infrastruktur gas sangat penting untuk meningkatkan ketahan energi. Namun dia menyayangkan saat ini pembangunannya belum masif.
"Memang situasi ini penting buat Indonesia karena kita pulau-pulau sehingga transmisi pipa gas sangat dibutuhhkan," tuturnya.