Selasa 20 Apr 2021 14:43 WIB

Menko PMK: Kalau tidak Dilarang, 73 Juta Orang akan Mudik

Meskipun dilarang, pemerintah memprediksi 13 persen dari 73 Juta tetap Mudik.

Rep: Inas Widyanuratikah / Red: Ratna Puspita
Menko PMK Muhadjir Effendy.
Foto: Dok. Kemenko PMK
Menko PMK Muhadjir Effendy.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan jika mudik tidak dilarang maka akan ada sekitar 73 juta orang berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Meskipun sudah dilarang, pemerintah memprediksi setidaknya 13 persen dari jumlah tersebut akan tetap melakukan mudik.

"Akan ada 73 juta orang bermudik, dan kalau dilarang itu potensinya 13 persen dari total itu. Jadi mungkin sekitar 10 jutaan. Itu tentu saja cukup membuat semrawut karena itu berarti dua kali lipat dari penduduk Singapura," kata Muhadjir, saat menjadi pembicara diskusi Untung Rugi Mudik di Tengah Pandemi, Selasa (20/4). 

Baca Juga

Muhadjir mengatakan, pemerintah berupaya keras untuk memperkecil jumlah orang yang tidak patuh dan tetap melaksanakan mudik pada tanggal yang dilarang. Pemerintah khawatir, penambahan kasus Covid-19 akan terjadi jika mudik tidak diatur. 

Ia menjelaskan, pada tahun lalu setidaknya terjadi tiga kali momentum libur panjang yang menyebabkan penambahan kasus harian secara cukup signifikan. Ketiga momentum tersebut adalah libur Maulid Nabi Muhammad SAW, mudik lebaran 2020, dan libur natal dan tahun baru. 

"Karena kasusnya naik, otomatis diikuti dengan daya tampung rumah sakit juga naik drastis dan angka kematian juga mengalami kenaikan. Tentu saja yang paling kita prihatinkan adalah angka kematian ini," kata dia menambahkan. 

Menurutnya, kematian memang sudah diatur namun pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin jangan sampai terjadi kematian yang sebenarnya bisa dicegah. Hal inilah yang menurut Muhadjir menjadi dasar alasan utama pelarangan mudik. 

Ia menyebutkan, angka kematian di Indonesia masih berada di sekitar 2,72 persen dari total kasus. Jumlah tersebut berarti lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata kematian dunia yang sebanyak 2,18 persen. 

Pada masa puncak lebaran menjadi perhatian utama pemerintah terkait potensi penyebaran Covid-19. Sebab, potensi penyebaran yang tidak terkendali sangat besar. "Bayangkan kalau kita mau mendisiplinkan swab, 73 juta orang dalam waktu yang bersamaan itu pasti tidak mungkin. Yang kita khawatirkan keterangan sehat abal-abal," kata dia. 

Selain itu, ditakutkan akan banyak terjadi kerumunan yang tidak terencana. Beberapa daerah yang menjadi tujuan mudik pun pasti akan mengalami kelimpahan orang. Selanjutnya, sudah dipastikan potensi berkumpul tanpa masker dibarengi euforia lebaran akan menimbulkan risiko penyebaran Covid-19 yang tinggi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement