Selasa 20 Apr 2021 15:30 WIB

Pemerintah Sepakat Pasal 27 Ayat 1 UU ITE Perlu Direvisi 

Kemenkopolhukam mengatakan pasal 27 ayat 1 UU ITE dianggap pasal karet.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Sejumlah pasal di UU ITE yang disarankan direvisi (ilustrasi)
Foto: republika
Sejumlah pasal di UU ITE yang disarankan direvisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sepakat agar pasal 27 ayat 1 UU ITE perlu direvisi. Kabid Materi Hukum Publik Kemenkopolhukam Dado Achmad Ekroni mengatakan pasal 27 ayat 1 dianggap pasal karet.

"Kenapa 27 ayat 1 itu termasuk salah satu pasal yang menurut kami pun itu sebenarnya tidak memberikan kejelasan. Kita bicara mengenai kesusilaan, kesusilaan itu awalnya diatur di undang-undang KUHP di pasal 281 KUHP yang mana disitu pun definisi yang dimaksud kesusilaan itu pun tidak ada di situ," kata Dado dalam diskusi daring, Selasa (20/4).

Baca Juga

Dado mengungkapkan pemerintah sepakat untuk melakukan perubahan terhadap pasal 27 ayat 1 UU ITE. Kesepakatan tersebut dilakukan usai tim kajian UU ITE mendengarkan keterangan dari 55 narasumber yang meliputi berbagai unsur, mulai dari pihak pelapor, terlapor, pers, DPR, praktisi, hingga akademisi.

Dado menjelaskan rumusan delik di setiap ketentuan pidana harus memenuhi prinsip, yaitu lex praevia, lex scripta, lex certa, maupun lex stricta. Sementara 

di pasal 27 sampai pasal 29 dianggap tidak memenuhi salah satu unsur dari azas legalitas, yakni lex certa atau ketidakjelasan rumusan pasal.

"Itu yang yang saat ini sedang kita fokuskan bagaimana caranya kita merevisi dengan mendengarkan dengan narasumber yang sudah kita kita ambil sebanyak 55 orang tersebut," ujarnya. 

Dado menuturkan informasi yang telah didapat dari 55 narasumber tersebut kemudian diformulasikan. Dado pun membocorkan usulan rumusan perubahan pada pasal 27 ayat 1 yang telah disusun tim kajian UU ITE. 

"Jadi usulan rumusan pasal 27 ayat 1 yaitu awalnya begini, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, awalnya kan mendistribusikan, ini menyiarkan, mempertunjukkan di muka umum, kemudian masuk mendistribusikan dan atau mentransmisikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan," terangnya.

Namun, Dado mengungkapkan usulan sementara tersebut masih harus dibahas lagi lantaran dianggap masih kurang menjawab persoalan dan penjelasan yang sangat jelas menyangkut kesusilaan ada di pasal 27 ayat 1. 

Ia menyadari bahwa rumusan tersebut masih tidak jauh berbeda dengan pasal 27 ayat 1 yang berlaku saat ini. "Ini perlu diperdalam lagi sehingga bisa melindungi daripada ranah private yang selama ini yang perlu kita lindungi," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement