REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Fauziah Mursid, Nawir Arsyad Akbar
Tersangka kasus dugaan penistaan agama, Jozeph Paul Zhang (JPZ), dipastikan harus tunduk kepada hukum yang berlaku di Tanah Air. Mabes Polri menegaskan, pemilik nama asli Shindy Paul Soerjomoelyono itu masih berstatus sebagai warga negara Indonesia atau WNI.
"JPZ masih berstatus WNI dan memiliki hak dan kewajiban untuk mengikuti aturan hukum yang berlaku di Indonesia," tegas Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Ahmad Ramadhan saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (20/4).
Lanjut Ramadhan, kepastian JZP masih berstatus sebagai WNI itu dipastikan berdasarkan data yang dihimpun dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jerman. Dari hasil penelusuran tersebut, sejak tahun 2017 hingga April 2021 tidak ada nama Jozeph Paul Zhang atau Shindy Paul Soerjomoelyono yang hendak mengganti kewarganegaraan.
"Di tahun 2018 ada 65 orang, tahun 2019 ada 50 orang, tahun 2020 ada 61 orang dan sampai bulan April 2021 ada empat orang. Sekali lagi data tersebut tidak ada nama JPZ, artinya apa, melihat data tersebut JPZ masih berstatus WNI," ungkap Ramadhan.
Saat ini, sambung Ramadhan, penyidik sudah menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) atas Joseph, juga sedang berupaya melengkapi persyaratan agar red notice terhadap yang bersangkutan segera diterbitkan Interpol. Sehingga setelah red notice dikeluarkan akan dikomunikasikan dengan pemerintah setempat yaitu Pemerintah Jerman. Kemudian juga tidak menutup kemungkinan Jozeph bakal dideportasi.
"Permohonan red notice akan segera diproses oleh sekretariat NCB Indonesia melalui kantor pusat interpol di Lion, Prancis," kata Ramadhan.
Sebelumnya, Jozeph sempat mengklaim sudah melepaskan status kewarganegaraan Indonesia. Sehingga, menurutnya aparat penegak hukum di Indonesia tidak bisa memproses hukum terhadap dirinya. Pernyataan tersebut disampaikan Jozeph saat menggelar pertemuan bersama komunitasnya melalui aplikasi Zoom dan diunggah melalui akun YouTube miliknya, Senin (19/4).
"Ini supaya temen-temen jangan membahas, gini, saudara, saya ini sudah melepaskan kewarganegaraan Indonesia. Jadi saya ini ditentukan oleh hukum Eropa,” ujar Jozeph.
Kementerian Komunikasi dan Informatika menilai ujaran kebencian dan penistaan agama yang dilakukan Jozeph Paul Zhang di media sosial tidak bisa ditoleransi. "Ujaran kebencian atau penistaan agama yang dilakukan oleh Paul Zhang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diterima, khususnya oleh Kominfo. Kominfo selalu berpendapat dan memiliki ketegasan untuk menilai bahwa hal ini merusak persatuan bangsa dengan membawa isu SARA di ruang digital seperti halnya di ruang fisik," kata juru bicara Kementerian Kominfo, Dedy Permadi, dalam jumpa pers virtual, Selasa.
Hari ini, Kominfo meminta platform YouTube untuk memblokir total 20 konten ujaran kebencian oleh Paul Zhang. Sebanyak 13 konten diblokir hari ini, sementara tujuh konten pada Senin (19/4) kemarin.
Konten yang disoroti Kominfo termasuk video di YouTube yang berjudul "Puasa Lalim Islam". Dedy menegaskan pemblokiran konten suah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang, pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45A, bahwa, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar".