Rabu 21 Apr 2021 14:10 WIB

Disabilitas dan Mahasiswa Gugat UU Cipta Kerja ke MK

Hakim konstitusi Wahiduddin Adams memberikan nasihat kepada penggugat UU Cipta Kerja.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Hakim konstitusi Wahiduddin Adams memimpin sidang di gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Hakim konstitusi Wahiduddin Adams memimpin sidang di gedung Mahkamah Konstitusi (MK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyandang disabilitas dan mahasiswa, yaitu Putu Bagus Rendragraha dan Simon Petrus Simbolon mengajukan gugatan pengujian formil dan materiil Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Para pemohon merupakan penyandang disabilitas dimana sampai sekarang mereka belum mendapatkan pekerjaan," kata kuasa hukum pemohon Eliadi Hulu pada perkara Nomor 4/PUU-XIX/2021 yang diselenggarakan MK secara virtual di Jakarta, Rabu (21/4).

Dalam perkara tersebut pemohon melalui kuasa hukumnya menyampaikan hal yang menjadi objek pengujian, yaitu UU Cipta Kerja dan yang menjadi objek pengujian materiil, di antaranyaPasal 24 angka 4 yang mengubah ketentuan Pasal 7 UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Kemudian, Pasal 24 angka 13 yang menghapus ketentuan Pasal 16 UU Nomor 28 Tahun 2002, Pasal 24 angka 4 yang menghapus ketentuan Pasal 27 UU Nomor 28 tahun 2002. Selanjutnya Pasal 28 yang menghapus ketentuan Pasal 31, Pasal 61 angka 7 yang mengubah ketentuan Pasal 29 ayat 1 huruf i UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

"Pemohon menganggap hak-hak konstitusional mereka telah dilanggar dengan keberadaan pasal-pasal yang saya sebutkan tadi," kata Eliadi. Pada petitum, pemohon menyampaikan sejumlah hal di antaranya memohon kepada majelis hakim MK agar menyatakan UU Cipta Kerja cacat formil dan bertentangan dengan UU.

Seterusnya menyatakan ketentuan norma dalam UU yang telah diubah dihapus atau dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dalam UU Nomor 11 tahun 2020 kembali berlaku.S

Majelis hakim konstitusi Wahiduddin Adams saat memberikan nasihat kepada pemohon mengatakan, perkara tersebut terdapat hal yang tidak lazim yakni terkait alat bukti. "Ini bukan menjelaskan alat bukti tetapi mengatakan tolong lah kami dikasihani, ini minta dispensasi ya?" tanya Wahiduddin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement