REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) angkat bicara mengenai vaksin dengan metode sel dendritik alias Vaksin Nusantara yang dialihkan menjadi penelitian berbasis pelayanan. Penelitian vaksin ini dilakukan untuk melihat efeknya terhadap peningkatan kekebalan tubuh.
Kepala BPOM Penny K Lukito mengaku, bukan pihaknya yang memberikan izin. "Uji klinis fase 1 (Vaksin Nusantara) sudah dihentikan BPOM. Namun, penelitian Vaksin dendritik untuk melihat efeknya pada peningkatan imunitas terhadap Covid-19," ujar Penny saat dihubungi Republika, Rabu (21/4). Sehingga, dia melanjutkan, ini yang membuat Vaksin Nusantara dialihkan ke penelitian berbasis pelayanan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, proses pengembangan Vaksin Nusantara telah dialihkan ke penelitian berbasis pelayanan yang diawasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dia mengatakan, sebelumnya Vaksin Nusantara masuk ke dalam platform penelitian vaksin yang berada di bawah pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
"Yang semula berada dalam platform penelitian vaksin dan berada di bawah pengawasan BPOM, sekarang dialihkan ke Penelitian Berbasis Pelayanan yang pengawasannya berada di bawah Kemenkes," kata Muhadjir dalam keterangan tertulis, Selasa (20/4).
Seperti diketahui, Nota kesepahaman (MoU) penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas terhadap virus SARS-CoV-2 (Covid), pada Senin (19/4), ditandatangani oleh Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito. Penandatanganan yang disaksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhajir Effendy itu berlangsung di Mabes TNIA AD, Jakarta.