REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Jurnalis terkenal Pakistan Absar Alam dilaporkan ditembak dan terluka. Polisi menduga penembakan ini merupakan serangan yang ditargetkan di dekat rumah jurnalis tersebut.
Seorang juru bicara polisi Zia Bajwa mengatakan, Alam ditembak di sebuah taman dekat rumahnya di daerah F-11 di ibu kota Pakistan, Islamabad pada Selasa (20/4) waktu setempat. "Dia tertembak di perut,” kata Bajwa dilansir laman Aljazirah, Rabu (21/4). "Dia telah dioperasi (di rumah sakit setempat) dan dia baik-baik saja, dia sadar," ujarnya menambahkan.
Alam merupakan seorang jurnalis penyiaran senior dengan pengalamannya lebih dari dua dekade. Dia juga pernah menjabat sebagai kepala Otoritas Pengaturan Media Elektronik Pakistan (PEMRA), pengawas media elektronik negara itu.
Polisi masih belum mengetahui motif penembakan ini. Tim investigasi pun dibentuk untuk menyelidiki serangan itu. "(Seorang perwira polisi senior) berada di lokasi penyerangan dan mereka sedang mengumpulkan bukti," kata Bajwa, tak lama setelah penembakan.
Dalam video yang dibagikan di Twitter yang direkam saat dia dibawa ke rumah sakit, Alam mengkonfirmasi serangan itu. "Saya sedang berjalan di luar rumah dan seseorang telah menembak saya," katanya dalam video. "Ini adalah pesan saya kepada mereka (yang menyerang saya): Saya bukan orang yang kehilangan semangat saya," ujarnya menambahkan.
Aljazirah memverifikasi keaslian pesan video tersebut dengan seorang saksi mata yang mendampingi Alam di rumah sakit. "(Alam berkata) bahwa dia sedang berjalan di taman dan pria yang menyerangnya ini telah menyeberanginya dua atau tiga kali," kata jurnalis Gharida Farooqi, yang bersama Alam di rumah sakit saat dia dirawat.
Absar mengatakan dia curiga terhadap pria itu. Sementara pria ini berlarian di sekelilingnya, dan pada kelanjutannya pria itu mendekatinya dan menembaknya dari jarak yang sangat dekat.
Mengutip dokter Farooqi mengatakan, kehidupan Alam saat ini berada dalam bahaya, setelah menderita patah tulang rusuk dan kerusakan pada livernya akibat peluru yang menembus tubuhnya. Seperti diketahui, Pakistan terkenal dengan negara yang minim kebebasan pers.
Jurnalis menjadi subjek penghilangan paksa dan serangan yang ditargetkan. Organisasi berita secara teratur disensor untuk bentuk liputan tertentu yang kritis terhadap pemerintah dan militer.
Pada Selasa, kelompok hak-hak media Reporters Without Borders (dikenal dengan singkatan Prancis RSF) menempatkan Pakistan pada peringkat 145 dari 180 negara pada Indeks Kebebasan Pers Dunia.
"Badan intelijen militer yang sangat kuat, Inter-Services Intelligence (ISI), terus menggunakan secara ekstensif pelecehan yudisial, intimidasi, penculikan dan penyiksaan untuk membungkam kritik baik di dalam maupun luar negeri, di mana banyak jurnalis dan blogger yang tinggal di pengasingan telah menjadi sasaran ancaman yang dirancang untuk mengendalikan mereka," bunyi pernyataan dari RSF.