REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Itikaf merupakan amalan yang selalu menjadi kebiasaan Nabi Muhammad Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan. Nabi Muhammad SAW beritikaf selama sebulan penuh di bulan Ramadhan
"Beliau beritikaf selama 20 hari di tahun wafat beliau," kata Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi dalam kitabnya Fadhilah Ramadhan.
Namun, kata Syekh Zakariyya karena kebiasaan beliau selalu itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, maka para ulama berpendapat bahwa itikaf selama 10 hari akhir bulan Ramadan adalah sunnah Muakkadah. Berdasarkan hadis dapat disimpulkan bahwa tujuan utama itikaf adalah mencari malam Lailatul Qadar.
"Hakikatnya, itikaf seperti itulah cara yang paling tepat untuk mencari malam Lailatul Qadar," katanya.
Sebab Ketika seseorang tertidur, ia tetap dianggap beribadah. Selain itu ketika beritikaf seseorang tidak pulang pergi kesana kemari, dengan begitu, tidak ada lagi kesibukan bagi orang yang beritikad kecuali beribadah dan mengingat Allah SWT.
"Oleh sebab itu, tidak ada cara yang lebih baik untuk menghargai malam Lailatul Qadar kecuali itikaf," katanya.
Baca juga : Bagaimana Cara Berprasangka Baik Terhadap Setiap Masalah?
Sejak awal bulan Ramadan Baginda Nabi SAW yang selalu memperhatikan amalan-amalan ibadah. Namun, pada 10 hari yang akhir, beliau beribadah tanpa mengenal batas. Beliau bangun malam dan membangunkan keluarganya untuk beribadah.
Sebagaimana yang dapat diketahui dari beberapa riwayat Imam Bukhari Rahmatullah alaih dan Imam Muslim Rahmatullau alaih dalam sebuah riwayat dalam kitab Bukhari Muslim. Sayidatina Aisyah radhiyallahu anha berkata, selama 10 hari terakhir bulan Ramadan Baginda Rasulullah mengencangkan ikat sarungnya dan bangun malam, serta membangunkan keluarganya untuk beribadah.
"Maksudnya mengencangkan ikat sarungnya adalah beliau lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah dari pada hari-hari lainnya atau dapat juga bermakna bahwa beliau tidak berhubungan dengan istri istri beliau pada hari-hari tersebut," katanya.