REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tetap meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan semua Undang Undang (UU) Cipta Kerja, yang saat ini sedang berproses uji formil Judicial Review. Uji formil ini dimohonkan oleh Riden Hatam Aziz dan kawan-kawan, yang merupakan anggota dari KSPI.
Usai mengikuti persidangan, Riden menyampaikan, Mahkamah Konstitusi merespon positif terhadap uji formil yang diajukannya. “Saya optimis, dalam persidangan ke depan, Majelis Hakim akan memperhatikan permohonan yang kami ajukan,” ujarnya, Rabu (21/4).
Riden menambahkan, judicial review yang diajukannya adalah bagian dari upaya kaum buruh untuk membatalkan UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan. “Ini adalah bentuk kesungguhan kami dalam berjuang, agar kaum buruh memiliki harapan di masa depan,” tegasnya.
Menyambung apa yang disampaikan Riden Hatam Aziz, kuasa hukum para pemohon Said Salahudin menyampaikan, dalam persidangan tadi Mahkamah Konstitusi memberi catatan yang positif terhadap permohonan yang diajukan. Namun demikian, Said menilai, sesuai dengan ketentuan, Mahkamah Konstitusi berkewajiban memberikan nasehat jika ada hal-hal yang perlu diperbaiki.
“Kami akan menyempurnakan permohonan awal itu, untuk nantinya disampaikan pada sidang berikutnya tanggal 4 Mei 2021 pukul 10.00 WIB," kata Said.
Dia berharap, Mahkamah Konstitusi betul-betul bisa memeriksa dan memutus perkara ini dengan seadil-adilnya dengan membatalkan UU Cipta Kerja secara keseluruhan. "Karena itulah petitum yang kami mohonkan dalam permohonan uji formil terhadap UUD 1945,” tegasnya.
Di lokasi berbeda, ribuan buruh yang tergabung di dalam KSPI melakukan unjuk rasa serentak di berbagai daerah. Di Jakarta, aksi dipusatkan di depan Gedung Mahkamah Konstitusi. Dalam aksi ini, buruh melakukan aksi teatrikal “mengubur omnibus law”.
Teatrikal diperankan lima orang buruh dengan pakaian APD yang sedang penguburan keranda bertuliskan omnibus law. Buruh mengingatkan Omnibus Law pun harus diperlakukan selayaknya virus yang berbahaya. Buruh menilai, beleid ini lebih banyak merugikan hak-hak mereka. Karena itu, penguburannya pun harus dilakukan dengan menggunakan APD lengkap.