Rabu 21 Apr 2021 17:28 WIB

Saudi Minta Iran Terlibat Pembicaraan Kesepakatan Nuklir

Saudi berharap kesepakatan nuklir itu dirancang lebih ketat.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.
Foto: ap/Planet Labs Inc.
Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi mendesak Iran terlibat dalam pembicaraan di Wina, Austria yang bertujuan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir. Riyadh pun menyerukan agar kesepakatan tersebut dirancang dengan lebih ketat.

“Kabinet memperbarui seruan Kerajaan agar Iran terlibat dalam negosiasi yang sedang berlangsung, menghindari eskalasi, dan tidak mengekspos keamanan serta stabilitas kawasan ke lebih banyak ketegangan,” kata Kabinet Kerajaan Saudi dilaporkan Saudi Press Agency pada Selasa (20/4).

Baca Juga

Saudi menekankan tentang perlunya komunitas internasional untuk mencapai kesepakatan dengan elemen yang lebih ketat dan lebih lama. Langkah-langkah pemantauan dan pengendalian pun perlu diterapkan. Serangkaian tindakan itu dinilai diperlukan guna mencegah Iran mengembangkan kemampuan dan memperoleh senjata nuklir.

Sejak awal bulan ini, para diplomat Inggris, Cina, Prancis, Jerman, Iran, dan Rusia telah bertemu secara teratur di Wina untuk membahas tentang kemungkinan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir yang dikenal pula dengan istilah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Diplomat perwakilan Amerika Serikat (AS) pun terlibat dalam pembicaraan, walaupun secara tidak langsung.

JCPOA mulai retak sejak mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepekatan tersebut pada 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan. Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran.

Sejak saat itu, Iran mulai melepaskan komitmen yang dibuatnya dalam JCPOA, terutama tentang pengayaan uranium. JCPOA mengatur Iran hanya diizinkan memperkaya uranium hingga 3,67 persen. Baru-baru ini Iran mengumumkan sedang melakukan pengayaan hingga 60 persen.

 Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengonfirmasi proses tersebut. "IAEA hari ini memverifikasi bahwa Iran telah memulai produksi UF6 yang diperkaya hingga 60 persen di Pabrik Pengayaan Bahan Bakar Pilot Natanz," kata IAEA dalam sebuah pernyataan pada pada 17 April lalu.

UF6 adalah uranium heksafluorida. UF6 merupakan bentuk di mana uranium dimasukkan ke dalam sentrifugal untuk pengayaan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement