Rabu 21 Apr 2021 17:38 WIB

Kartini, Sosok di Balik Munculnya Tafsir Alquran Bahasa Jawa

Kartini mendorong Kiai Sholeh Darat untuk cetuskan tafsir bahasa Jawa

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Nashih Nashrullah
Kartini mendorong Kiai Sholeh Darat untuk cetuskan tafsir bahasa Jawa. Ilustrasi Kartini
Foto: Antara/Maulana Surya
Kartini mendorong Kiai Sholeh Darat untuk cetuskan tafsir bahasa Jawa. Ilustrasi Kartini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sosok Raden Ajeng Kartini selain terkenal sebagai pahlawan nasional dan bukunya yang berjudul 'Habis Gelap Terbitlah Terang,' dia juga merupakan pendorong tafsir Alquran berbahasa Jawa. Faid ar-Rahman fii Tafsir Ayat Alquran karya KH Sholeh Darat (sebagian ejaan menggunakan nama Saleh Darat) lahir atas usulan Kartini.

“Kitab itu baru selesai 13 juz, dicetak yang pertama di Singapura. Litbang Kementerian Agama menyatakan tafsir tersebut sebagai yang pertama di Asia Tenggara,” kata Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah dan Pendiri STAI An-Nawawi Purworejo, KH Achmad Chalwani Nawawi di kajian Kisah Raden Ajeng Kartini Mengaji Alquran di kanal Youtube NU Online.

Baca Juga

Usulan ini berawal ketika Kartini belajar mengaji bersama Kiai Sholeh. Di Mayong, Jepara, dahulu ada kiai bernama Madirono dan istrinya bernama Aminah. Mereka mempunyai anak bernama Ngasiroh yang menikah dengan Bupati Jepara dan menjadi orang tua Kartini.

Kartini kecil belajar mengaji Alquran dengan Kiai Sholeh yang berasal dari Mayong. Terkadang, di sela-sela waktu belajar, kiai Sholeh mengajarkan tafsir menggunakan bahasa Jawa. Suatu saat, Kartini mengatakan “Kiai, saya tadi diajarkan tafsir Alquran berbahasa Jawa, hati saya tentram kiai. Tolong kiai tafsirkan Alquran seluruhnya dengan bahasa Jawa agar menjadi pegangan bagi teman-teman saya, putri-putri Jawa.”

Mendengar itu, Kiai menjawab, “Kartini, menafsirkan Alquran tidak mudah dan tidak setiap orang diperbolehkan. Orang itu diperbolehkan menafsirkan Alquran dengan syarat harus mempunyai ilmu bantu tafsir yang lengkap. Dari gramatika Arab, nahwu, sharaf, ilmu badi’, ma’ani, bayan, muhasnatil kalam, nasikh mansukh, asbaabul wurud, asbaabun nuzul, dan lain-lain. Setelah menguasai semuanya, baru diperbolehkan menafsirkan Alquran.”

Segera Kartini mengatakan “Kiai, saya mempunyai usul untuk kiai menafsirkan Alquran pakai bahasa Jawa. Saya mempunyai keyakinan semua ilmu itu sudah kiai miliki.”

“Mendengar usulan Kartini, Kiai Sholeh menundukan kepala, mencucurkan air mata, menangis. Kok ada putri kecil seperti ini cerdasnya mengusulkan untuk membuat tafsir Alquran,” ujar KH Achmad.

Di kesempatan lain, Kartini dipanggil oleh Kiai Sholeh. Dia mengumumkan kabar gembira, “Kartini, doakan saja mudah-mudahan, saya bisa menafsirkan Alquran 30 juz.” Setelah itu, Kiai Sholeh mulai menafsirkan Alquran dalam bahasa Jawa.

 

Sumber: youtube

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement