REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Pengunjuk rasa mulai berkumpul di pusat Kota Berlin saat anggota parlemen Jerman menggelar pemungutan suara mengenai proposal karantina nasional Kanselir Angela Merkel. Karantina nasional itu dianggap sebagai 'rem darurat' saat virus korona menyebar terlalu cepat.
Langkah ini bertujuan untuk mengakhiri langkah-langkah sementara yang diberlakukan di 16 negara bagian di Jerman. Karantina nasional yang diusulkan Merkel menerapkan jam malam, membatasi kontak personal dan menutup toko, gelanggang budaya dan olahraga.
Peraturan pembatasan sosial yang ketat ini akan mulai berlaku di daerah yang angka kasus infeksinya di atas 100 per 100 ribu warga per pekan. Pusat pengendalian penyakit Jerman, Robert Koch Institute mengumumkan angka kasus infeksi di negara itu di atas 160 kasus per 100 ribu orang.
Bila majelis rendah parlemen mengesahkan proposal tersebut pada pemungutan suara Rabu (21/4) ini, maka usulan tersebut akan diserahkan ke majelis tinggi yang dikendalikan negara-negara bagian.
Jika kedua majelis meloloskannya maka peraturan pembatasan sosial yang ketat itu akan segera diimplementasikan hingga akhir Juni. Polisi mengatakan hanya 1.500 orang yang tercatat melakukan dua unjuk rasa pagi di sekitar Brandenburg Gate dan 1.000 orang unjuk rasa sore di dekat kantor kepresidenan.
Namun oposisi mengajak masyarakat untuk menolak proposal Merkel tersebut dengan turun ke jalan. Pihak berwenang pun bersiap menghadapi massa yang lebih besar.
Polisi Berlin mengerahkan 2.200 petugas polisi yang sebagian besar dipanggil dari negara bagian lain. Pihak berwenang juga mendirikan pos pemeriksaan dan memasang pagar kawat di sekitar gedung pemerintahan.