Rabu 21 Apr 2021 21:15 WIB

IDI Berikan Syarat Tempat Wisata Boleh Dibuka Saat Lebaran

IDI mengatakan tempat wisata bisa dibuka saat libur dengan disiplin sangat ketat

Rep: Rr Laeny Sulistyawati  / Red: Bayu Hermawan
Tempat wisata (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tempat wisata (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengakui rencana pemerintah untuk membuka tempat wisata saat libur lebaran 2021 bisa meningkatkan kasus Covid-19. Namun, itu bisa dilakukan asalkan upaya pendisiplinannya harus amat sangat ketat.

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 IDI Zubairi Djoerban mengakui, dibukanya tempat wisata saat liburan Idul Fitri 2021 Mei mendatang bisa memungkinkan menambah kasus Covid-19 dan memunculkan klaster di tempat wisata. Apalagi, dia melanjutkan, kalau protokol kesehatan dilonggarkan maka bisa berbahaya menambah penularan kasus.

Baca Juga

"Namun, mungkin pertimbangan pemerintah adalah menghidupkan ekonomi. Jadi, kalau mau membuka tempat wisata saat libur Idul Fitri bisa dilakukan namun harus amat sangat ketat pendisiplinannya," kata Zubairi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (21/4).

Syaratnya, dia melanjutkan, jaga jarak harus selalu diterapkan di tempat wisata dan tidak boleh terlalu dekat. Zubairi meminta harus ada yang mengawasi upaya menjaga jarak ini. Kemudian, dia melanjutkan, pengunjung juga harus selalu memakai masker, dan jika tak memakainya maka harus ditegur. 

Zubairi mencontohkan, tempat wisata Ancol saat menerapkan akses masuk. Sebab, dia melanjutkan, masyarakat yang ingin masuk ke sana harus mengakses pendaftaran melalui internet dan ini tidaklah mudah sehingga orang tidak terlalu tertarik untuk berwisata ke Ancol. 

Kendati demikian, ia mengakui pembatasan ini juga membuat banyak masyarakat yang bisa lolos ke tempat wisata di Jakarta Utara itu.  "Jadi, pengawasan dan pendisiplinan itu harus ketat dan selalu dilakukan di tempat wisata tersebut," katanya.

Zubairi mewanti-wanti kalau pemerintah Indonesia tidak hati-hati maka kasus Covid-19 bisa meningkat meski tidak melonjak draatis seperti di India. Zubairi menyebutkan kasus di India awalnya puluhan ribu per hari meningkat drastis menjadi 200 ribu setiap harinya. 

Zubairi menyebutkan ada beberapa penyebab kasus di negara itu melonjak, diantaranya euforia kasus menurun di India pada Januari lalu sehingga disiplin dilonggarkan, kemudian dilakukan pertemuan religi, kemudian ruang publik dibuka, dan pemilihan umum juga digelar di negara ini. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement