Di tengah semua penderitaan, pengungsi Rohingya masih bermimpi untuk kembali ke Myanmar dengan hak dan martabat yang utuh untuk merayakan Ramadhan. Dolu Bibi (65 tahun) mengatakan dia telah mengubur suaminya di Bangladesh dan berencana untuk mengambil tempat peristirahatan terakhirnya di samping makam suaminya.
Sama seperti pengungsi lain, Bibi berlindung di Bangladesh selama eksodus tahun 2017. Namun, suaminya yang sudah paruh baya meninggal beberapa hari setelah kedatangan mereka. Ibu dari enam anak ini percaya bahwa mereka akan kembali ke tanah air dan menjalani kehidupan yang lebih baik di sana.
“InsyaAllah dalam waktu dekat anak-anak saya akan merayakan Ramadhan di Myanmar sebagai warga negara merdeka,” kata Bibi.
Sejak undang-undang kewarganegaraan 1982 disahkan, pihak berwenang Myanmar telah memperlakukan Muslim Rohingya sebagai penduduk ilegal atau orang Bengali asing. Militer Myanmar telah melancarkan beberapa operasi selama bertahun-tahun yang terakhir adalah penumpasan pada Agustus 2017. Menurut sebuah studi berjudul Forced Migration of Rohingya: The Untold Experience yang dilakukan oleh konsorsium peneliti dari Australia, Bangladesh, Kanada, Norwegia dan Filipina, selama tahun 2017, tentara Myanmar dan ekstremis Buddha membunuh lebih dari 24 ribu Rohingya. Sementara itu, 18 ribu wanita diperkosa, 41.192 menderita luka tembak, 34.436 dibakar, dan 114.872 dipukuli. Diperkirakan pula 115.026 rumah dibakar dan 113.282 lainnya dirusak.
Terlepas dari semua trauma itu, banyak pengungsi Rohingya masih bermimpi untuk kembali suatu hari nanti. Dengan senyuman di wajahnya, Bibi menceritakan kepada cucunya tentang masa lalu mereka yang indah.