REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Ronggo Astungkoro, Rizky Suryarandika, Antara
Hilangnya KRI Nanggala-402 di perairan Bali menjadi sorotan bagi alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimiliki Indonesia. Secara resmi KRI Nanggala-402 menjadi bagian dari alutsista Indonesia sejak tahun 1981. Kapal selam ini merupakan satu dari dua kapal selam tua buatan industri Howaldt Deutsche Werke (HDW), Kiel, Jerman Barat.
Anggota Komisi I DPR, Sukamta, mengatakan, peristiwa hilangnya KRI Nanggala-402 perlu menjadi evaluasi bersama terkait alutsista Indonesia. "Terkait dengan tenggelamnya KRI Nanggala-402, bukan bermaksud mendahului penyelidikan mengenai belum ditemukannya kapal selam tersebut namun kami di DPR RI khususnya Komisi I, sangat konsen terhadap pembaharuan, peremajaan alutsista pertahanan Indonesia," kata Sukamta, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/4).
Ia mengatakan, selain untuk menjaga kedaulatan Indonesia, tujuan peremajaan alutsista lainnya yaitu agar tidak lagi terjadi kecelakaan akibat alutsista Indonesia yang bermasalah. Menurutnya negara berkewajiban melindungi seluruh tumpah darah Indonesia.
"Jangan mereka menjadi korban akibat kelalaian peremajaan alutsista kita, justru di saat-saat latihan", ungkapnya.
Sukamta mengajak masyarakat berdoa untuk keselamatan awak KRI Nanggala 402 yang sampai saat ini belum ditemukan. Sukamta juga mengajak berbagai pihak untuk bersabar menunggu berita resmi dari TNI, supaya tidak terjadi sepekulasi.
"Sebaiknya kita tunggu kabar reami dari TNI, kasihan para keluarga dari Anggota TNi yang berada di kapals tersebut. Sebaiknya dihindari spekulasi-spekulasi," tuturnya.
"Tidak ada yang tidak mungkin untuk Tuhan memberikan keajaiban kepada hamba-Nya. Apalagi saat ini bulan Ramadhan, doa-doa hamba yang beriman di dengar oleh Tuhan YME," harapnya.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto menilai kejadian KRI Nanggala-402 yang hilang kontak menjadi sinyal kuat diperlukan peremajaan alutsista. "Kita tidak ingin kejadian seperti ini kembali terjadi, kita tahu alutsista di TNI sudah banyak yang tua dan rusak. Ini kebijakan besar dan DPR ingin melihat TNI yang kuat," kata Utut.
Dia menyarankan agar Menteri Pertahanan, Panglima TNI dan para Kepala Staf Angkatan duduk bersama Presiden dan Menteri Keuangan untuk merumuskan langkah ke depan terkait kondisi alutsista Indonesia. Menurut Utut, dalam forum duduk bersama itu, perlu dipaparkan fakta dan data seperti kondisi alutsista Indonesia sudah banyak tua dan rusak, kondisi keuangan negara, dan apakah ada potensi perang konvensional atau tidak.
"Kalau tidak ada potensi perang konvensional, apa langkahnya (terkait kondisi alutsista) karena ada yang berpendapat kita tidak akan ada perang secara konvensional namun sikap kita bagaimana?," ujarnya.
Politikus PDI Perjuangan itu menilai kondisi alutsista Indonesia sudah banyak yang tua sehingga sebaik apapun perawatannya namun tetap berisiko tinggi. Dia mencontohkan, pesawat Hercules sudah beberapa kali jatuh, dan ketika itu terjadi, maka Indonesia sedih karena kehilangan prajurit-prajurit terbaiknya.
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Yudo Margono, memaparkan kondisi kelayakan kapal selam buatan Jerman tersebut. Yudo menerangkan, KRI Nanggala-402 dalam keadaan siap, baik personel maupun material. Personel dan material yang diperlukan di dalamnya sudah lengkap dan sudah mendapatkan surat kelayakan dari Dislaik Matra TNI AL.
"Nanggala ini dalam keadaan siap baik personel maupun material, personel lengkap dan material pun sudah mendapat surat kelayakan dari Dislaik Matra TNI AL," ungkap Yudo.
Dia menjelaskan, KRI Nanggala-402 merupakan kapal selam yang dibuat pada 1977 dan diterima TNI AL pada 1981. Dalam riwayatnya, KRI Nanggala-402 sudah melakukan penembakan torpedo kepala latihan sebanyak 15 kali dan penembakan torpedo kepala perang dua kali.
"Sasarannya kapal eks KRI dan dua-duanya tenggelam. Jadi KRI Nanggala dalam kondisi siap tempur sehingga kita kirim, libatkan, untuk menembakkan torpedo kepala latihan dan kepala perang," ujar dia.