REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan menyatakan Lembaga pemeringkat Rating and Investment Information, Inc.(R&I) dan Standard and Poor’s (S&P) yang mempertahankan peringkat kredit Indonesia menunjukkan pemulihan ekonomi dalam negeri tetap sesuai jalur. Rating and Investment Information, Inc.(R&I) mempertahankan peringkat Indonesia tetap pada posisi BBB+ outlook stable sedangkan Standard and Poor’s (S&P) pada BBB outlook negative.
“Keputusan R&I dan S&P ini memberikan konfirmasi bahwa langkah penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi di Indonesia berjalan on-track,” tulis Kemenkeu dalam keterangan resmi, Jumat (23/4).
Penilaian peringkat kredit Indonesia yang dipertahankan oleh R&I dan S&P melengkapi Fitch yang juga mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada 22 Maret 2021.
Menurut Kemenkeu, pemberian afirmasi peringkat kredit tersebut merupakan bentuk pengakuan stakeholder internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi Indonesia di tengah 140 rating downgrade action sejak awal tahun 2020 akibat pandemi.
Dalam hal ini, penilaian S&P menekankan pada prospek pertumbuhan ekonomi yang solid dan rekam jejak pengelolaan disiplin fiskal yang dibuktikan dari keberhasilan upaya pemerintah untuk meredam dampak sosial dan ekonomi lebih dalam.
Tak hanya itu, S&P menggarisbawahi bahwa laju pemulihan ekonomi Indonesia akan bergantung pada kecepatan dan efektivitas program vaksinasi.
“Dukungan institusi dan stabilitas politik menjadi kekuatan Indonesia untuk menghadapi tantangan kesehatan, ekonomi, dan sosial,” tulisnya.
Dalam jangka menengah, S&P optimistis tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di atas rata-rata negara peers yang didorong oleh kebijakan reformasi struktural melalui pengesahan UU Cipta Kerja.
Selain itu, berbagai kemudahan di bidang perpajakan serta fleksibilitas kebijakan ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja dinilai dapat mendorong penciptaan lapangan kerja terutama di sektor manufaktur.
Dari sisi lain, S&P memberikan catatan pada tantangan yang dihadapi Indonesia dari sisi penerimaan terutama untuk mengembalikan rasio defisit fiskal ke tiga persen pada 2023.
S&P memproyeksikan konsolidasi fiskal akan berjalan secara gradual yaitu defisit fiskal 2021 akan menyempit menjadi 5,7 persen dan 4,2 persen pada 2022.
Senada dengan S&P, R&I menilai optimisme upaya vaksinasi yang dilakukan pemerintah akan menjadi kunci pemulihan ekonomi Indonesia sehingga diperkirakan tumbuh sebesar 4,5 persen pada 2021 dan 5,4 persen pada 2022.
R&I juga memperkirakan ekonomi Indonesia akan pulih dengan didukung implementasi UU Cipta Kerja, peningkatan investasi dan pembiayaan infrastruktur yang diantaranya didorong oleh Sovereign Wealth Fund Indonesia (INA).
R&I turut menilai daya tahan ekonomi Indonesia terhadap sektor eksternal dapat dipertahankan melalui kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia.
Oleh sebab itu, R&I memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan 2021 dan beberapa tahun ke depan berada sekitar satu sampai dua persen dari PDB atau meningkat dari 0,4 persen PDB pada 2020.
Di samping itu, likuiditas valas domestik dinilai dapat terjaga dengan mempertimbangkan bahwa cadangan devisa berada pada level 137,1 miliar dolar AS pada akhir Maret dan aliran modal asing yang cukup stabil.