REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengaku siap melakukan pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Kedua negara tengah terlibat ketegangan menyusul pengerahan pasukan Rusia ke perbatasan Ukraina.
Putin mengungkapkan, jika Zelensky ingin membahas masalah Donbas, dia harus bertemu dengan para pemimpin separatis di wilayah tersebut. Namun jika Zelensky ingin membicarakan hubungan Ukraina-Rusia, dia dipersilakan ke Moskow.
“Jika kita berbicara tentang perkembangan hubungan bilateral, maka silakan, kami akan menerima presiden Ukraina di Moskow kapan saja sesuai keinginannya,” ujar Putin pada Kamis (22/4), dikutip laman Anadolu Agency.
Rusia menarik pasukannya dari perbatasan dengan Ukraina pada Kamis. Kehadiran personel militer Rusia di sana telah mengundang kecaman Barat, terutama Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoygu melakukan inspeksi kesiapan tempur pada Kamis pagi waktu setempat. Setelah mengumumkan diakhirinya latihan militer, dia memerintah pasukan Rusia kembali ke pos penempatan permanen mereka.
"Tujuan dari pemeriksaan mendadak telah tercapai sepenuhnya. Pasukan menunjukkan kemampuan untuk memberikan pertahanan yang dapat diandalkan negara. Dalam hal ini, saya telah memutuskan untuk menyelesaikan kegiatan inspeksi di distrik militer Selatan dan Barat," kata Shoygu menyusul latihan di dekat dan di Laut Hitam.
Kendati demikian, Shoygu menegaskan negaranya akan terus mengikuti pengerahan pasukan NATO ke perbatasan selatan Rusia. Pasukan NATO diketahui akan mengikuti latihan militer Defender Europe 2021. "Di wilayah ini (Laut Hitam), aktivitas militer blok NATO meningkat secara signifikan. Aktivitas intelijen diperkuat, dan intensitas serta skala aktivitas pelatihan operasional meningkat,” ujar Shoygu.
Dalam beberapa pekan terakhir, Rusia telah mengumpulkan pasukan siap tempur di dekat perbatasan Ukraina. Menurut Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg itu merupakan pengerahan terbesar sejak Rusia melakukan aneksasi terhadap Krimea pada 2014.
Ukraina menuding Rusia memicu ketegangan. Sementara Moskow mengatakan langkah itu diambil sebagai respons atas tindakan provokatif Kiev. Menurut PBB, pertempuran antara pasukan pemerintah Ukraina dan separatis pro-Rusia di wilayah timur Ukraina telah menyebabkan lebih dari 13 ribu orang tewas.