Jumat 23 Apr 2021 21:52 WIB

Mutasi Virus, Epidemiolog: Tingkatkan Analisis Sampel Covid

Keterkaitan mutasi virus dengan kekuatan penularan butuh analisis lebih mendalam.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Mas Alamil Huda
Perbedaan varian, mutasi dan strain virus.
Foto: republika
Perbedaan varian, mutasi dan strain virus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Laura Navika Yamani mengatakan Indonesia harus meningkatkan sampel virus Covid-19 yang diteliti untuk melihat adanya mutasi. Menurutnya, keterkaitan mutasi virus dengan kekuatan penularan membutuhkan analisis yang lebih mendalam.

"Apakah ada keterkaitan dengan, misalkan penyebaran yang semakin meningkat. Atau daya tular yang semakin tinggi. Kemudian dikaitkan dengan keparahan penyakit atau penyebab kematian, ini saya rasa data untuk ke arah sana memang masih sangat sedikit," kata Laura, dihubungi Republika.co.id, Jumat (23/4).

Jumlah sampel yang dianalisis whole genome di Indonesia, menurut Laura, masih terlalu sedikit untuk mendapatkan kesimpulan soal mutasi. Bahkan, dengan jumlah sampel yang dianalisis sekarang saat ini akan sangat sulit untuk mendapatkan korelasi dari mutasi virus.

"Kesimpulan yang nantinya akan diambil nanti kan terkait juga dengan jumlah sampel yang dianalisis. Jadi kalau yang dianalisis untuk mendapatkan whole genome ini sedikit ya otomatis tidak bisa ditarik kesimpulan," kata dia lagi.

Laura menjelaskan, setiap kali virus menemukan host manusia dia akan berkembang biak. Di dalam perkembangbiakan ini, bisa terjadi mutasi pada virus. Hal inilah yang harus terus dimonitoring oleh pemerintah.

Ia mencontohkan, di Inggris sebelum menyimpulkan ada mutasi virus, butuh melakukan investigasi yang dalam. Awalnya, peneliti di Inggris mulai merasa curiga ketika ada penyebaran Covid-19 yang tiba-tiba lebih tinggi daripada biasanya.

"Jadi mulai curiga sampai akhirnya berani mengungkapkan bahwa penyebaran yang cukup tinggi di Inggris ini dikaitkan dengan mutasi, ini investigasinya nggak langsung. Jadi melihat persentase orang yang dalam mutasi ini apakah tinggi, kemudian dikaitkan dengan tren yang waktu itu di Inggris terjadi peningkatan signifikan," ujar dia.

Menurut Laura, pemerintah harus terus memantau kondisi-kondisi Covid-19 yang berbeda dari biasanya. Artinya, ketika ada satu daerah yang tiba-tiba banyak orang harus dirawat, padahal sebelumnya lebih banyak asimtomatik, maka hal ini harus dicurigai.

Kondisi-kondisi yang tidak biasa ini mungkin saja disebabkan oleh virus yang sudah bermutasi. "Atau tadinya tidak ada penyebaran yang tinggi, tapi tiba-tiba penyebarannya tinggi. Kemudian jumlah kasus hariannya meningkat. Ini juga harus dicurigai," kata Laura.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement