REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM -- Pascabentrok semalam antara kepolisian, aktivis sayap kanan Yahudi, dan pengunjuk rasa Muslim, ketegangan di Yerusalem berubah menjadi masalah internasional. Bahkan, Kedutaan Besar AS di Israel menyatakan keprihatinan atas meningkatnya ketegangan di Yerusalem.
“Kami sangat prihatin dengan insiden kekerasan di Yerusalem selama beberapa hari terakhir. Kami berharap semua suara yang bertanggung jawab akan mendorong diakhirinya hasutan, kembali ke ketenangan, dan menghormati keselamatan dan martabat semua orang,” bunyi pernyataan itu dikutip dari Al Monitor, Sabtu (24/4).
Lebih lanjut, Presiden Palestina Mahmoud Abbas juga mengutuk bentrokan itu. Dia secara khusus menyalahkan sayap kanan Israel karena menghasut kekerasan di bawah "perlindungan tentara dan polisi Israel".
Kejadian Kamis malam adalah salah satu kejadian paling rusuh yang dialami Yerusalem dalam beberapa tahun terakhir. Lebih dari 50 orang ditahan karena melemparkan batu dan petasan serta menyerang polisi. Puluhan orang terluka dalam konfrontasi antara orang Yahudi dan Arab, termasuk 20 petugas polisi. Polisi menggunakan alat pembubaran huru-hara, termasuk granat kejut, gas air mata, dan meriam air untuk membubarkan protes dan juga menghentikan aktivis sayap kanan yang mencoba menerobos barikade polisi.
Laporan dari Kamis malam mengatakan, ekstremis Yahudi diduga menyerang sebuah rumah Arab di Kota Tua dan berusaha membakarnya. Kerusuhan pecah ketika sekitar 300 aktivis Yahudi ekstrem kanan dari kelompok Lehava berbaris menuju Gerbang Damaskus, meneriakkan "Matilah Orang Arab".
Pawai berlangsung dengan latar belakang konfrontasi dan insiden kekerasan dalam beberapa hari terakhir antara orang Yahudi dan Arab di kota. Terutama di sekitar Gerbang Damaskus, di luar Kota Tua.
Menanggapi hal itu, Wali Kota Yerusalem Moshe Leon mengatakan pada Jumat, ''Aksi Ini harus diakhiri dan saya sedang berdialog dengan para pemimpin lingkungan di timur kota. Kami berbicara dengan semua orang untuk menghentikan kekerasan yang tidak perlu ini. Kami mencoba berdialog dengan elemen moderat di kedua sisi untuk memberikan pengaruhnya pada ansambel penduduk (Yerusalem)," ungkap dia.