REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menilai reshuffle kali ini menjadi kesempatan yang terakhir bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya terlalu berisiko apabila Presiden Jokowi kembali melakukan reshuffle apalagi menjelang 2024.
"Tentunya terlalu beiesiko terutama buat menteri baru karena pasti mereka perlu adaptasi dengan pattern atau polanya dan itu bukan waktu yang sebentar buat mereka untuk adaptasi. Jadi ini kesempatan terakhir menurut saya," kata Burhanuddin dalam diskusi daring, Sabtu (24/4).
Menurut Burhanuddin, jika Presiden Jokowi ingin melakukan reshuffle, sebaiknya presiden jangan hanya sekedar tambal sulam untuk menutupi perubahan nomenklatur. Ia menyarankan agar sebaiknya presiden mereshuffle sejumlah menteri yang dianggap memiliki masalah terkait integritas, kapasitas, dan kompetensi.
"Itu sekalian saja dilakukan reshuffle sekarang ini mumpung masih ada waktu tiga tahun sebelum 2024," ucapnya.
Oleh karena itu Burhanuddin menilai presiden perlu melakukan berbagai terobosan. Salah satunya adalah dengan segera berkomunikasi dengan partai politik.
"Bagaimanapun partai politik punya kontribusi besar untuk memastikan presiden bisa menjalankan agendanya di pemerintahan dan saat yang sama bisa soft landing di 2024," tuturnya.