REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI— Sejumlah khatib dan tokoh agama serta perwakilan masyarakat Cikarang Selatan, Bekasi bersilaturahim dalam workshop bersama Wadah Silaturahim Khatib Indonesia (Wasathi).
Kegiatan yang digelar dengan tetap menjalankan protokol kesehatan ini sebagai upaya membimbing dan melindungi masyarakat dari paparan paham intoleran, radikalisme, dan terorisme.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Arif Fahrudin, menyampaikan pentingnya menjadi warga negara yang baik (fiqih Kewarganegaraan). Menjadi warga negara yang baik, menurut dia, adalah menjaga dan memerkokoh hubungan harmonis antara ulama dan umara.
Dia mengutip Imam Al Ghazali yang menyebutkan bahwa agama (ulama) dan negara (umara) adalah dua hal yang saling menopang dan membutuhkan. Keduanya tidak untuk saling melemahkan atau menyalahkan. Tanpa panduan ulama yang moderat negara bisa roboh. Tanpa dukungan Umara, kehidupan keagamaan akan lemah.
Selain itu, Arif juga menekankan bahwa menjadi warga negara yang baik adalah dengan memandang sesama warga negara dalam wilayah NKRI dengan pandangan yang sederajat tanpa didiskriminasikan oleh perbedaan agama dan suku. Selama dia manusia, dia adalah sesama hamba ciptaan Allah SWT.
“Bahkan, umat Islam wajib hukumnya untuk menyayangi seluruh umat manusia sebagai bentuk menjaga agama yang ramah (himayatud din), menjaga umat (himayatul ummah), dan menjaga negara (himayatud dawlah),” ujar dia, Sabtu (24/4).
Katib Syuriyah PCNU Kabupaten Bekasi, KH Solahuddin, menekankan agar sesama umat Islam atau sesama warga negara tidak boleh saling merendahkan, saling berprasangka buruk, dan saling melecehkan. Karena sesungguhnya tanggungjawab umat Islam ada dua, yaitu tanggungjawab keagamaan (mas'uliyah diniyyah), dan tanggungjawab menjaga NKRI (mas'uliyah wathaniyah).
Dia mengingatkan umat Islam sebagai warga negara dan umat beragama yang berpikiran ramah hendaknya lebih memiliki peran besar untuk merawat harmoni kehidupan beragama dan bernegara Indonesia.