REPUBLIKA.CO.ID, MOKSOW -- Rusia siap menghadapi dan meladeni kebijakan “bermusuhan” Amerika Serikat (AS). Hubungan kedua negara kian memanas setelah Washington menjatuhkan sanksi dan mengusir 10 diplomat Rusia dari negaranya.
"Semuanya telah dikatakan dalam tanggapan kami terhadap tindakan tidak ramah AS terbaru. Kami mengumumkan semua tindakan, yang telah diambil dan siap untuk mengambil lebih banyak jika eskalasi ini berlanjut," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, dikutip laman kantor berita Rusia TASS pada Ahad (25/4) waktu setempat.
Kendati demikian, Lavrov tak menampik adanya potensi pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Joe Biden. "Pada saat yang sama, atas instruksi Presiden Vladimir Putin, saya menyebutkan apa yang terkait dengan usulan Presiden Joe Biden untuk mengadakan pertemuan puncak. Hal itu dirasakan secara positif dan sedang dipertimbangkan sekarang," ucapnya.
Hubungan Rusia dan AS memanas setelah Biden membuat pernyataan menohok tentang Putin. Dia menyebut Putin sebagai pembunuh dan tak memiliki jiwa. Pernyataan itu dibuat Biden saat mengomentari kasus peracunan tokoh oposisi Rusia Alexei Navalny. Merespons komentar Biden, Rusia menarik duta besarnya dari Washington bulan lalu.
Pada 15 April lalu, AS mengumumkan pengusiran 10 diplomat Rusia dari negaranya. Washington pun menjatuhkan sanksi kepada 32 individu dan enam perusahaan Moskow. "Sepuluh diplomat yang diusir termasuk perwakilan dari dinas intelijen Rusia," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Baca juga : Kesan Puasa Ramadhan Bagi Pebasket NBA Muslim
Sementara itu, 32 individu dan entitas serta enam perusahaan Rusia dituduh mencampuri penyelenggaraan pemilihan presiden AS tahun lalu. Moskow telah berulang kali membantah tudingan yang menyebutnya mengintervensi perhelatan pilpres AS.