REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Larangan mudik yang dibuat pemerintah ternyata belum cukup ampuh untuk sepenuhnya menghentikan laju pergerakan warga ke kampung halaman. Satgas Penanganan Covid-19, mengutip riset yang dilakukan Balitbang Kementerian Perhubungan bahwa masih ada sekitar 7 persen warga atau sekitar 17 juta orang yang tetap akan mudik ke kampung halaman setelah secara resmi dilarang pemerintah dan diumumkan Presiden Jokowi langsung.
Sebenarnya, angka tersebut sudah lebih rendah dibanding dibanding jumlah warga yang diprediksi masih nekat mudik setelah adanya larangan mudik pada awal-awal pengumuman kebijakan, yakni sekitar 11 persen atau 27,5 juta orang. Namun tetap saja, hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya potensi arus mudik yang masih cukup besar.
"Dari posisi semula adalah 33 persen penduduk akan muik, apabila mudik tidak dilarang. Setelah mudik dilarang menjadi 11 persen, dan setelah bapak presiden umumkan menjadi 7 persen. Tugas kita menurunkan angka 7 persen menjadi lebih rendah lagi," ujar Ketua Satgas Penanganan Covid-19 sekaligus Kepala BNPB Doni Monardo usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (26/4).
Pemerintah, imbuh Doni, tetap akan melanjutkan kebijakan pengetatan mobilitas dan peningkatan pengawasan demi menekan pergerakan manusia selama Ramadhan dan terlebih menjelang Lebaran nanti. Ia menyebutkan, upaya ini dilakukan demi menjaga konsisten penurunan tren kasus Covid-19 yang sudah berlangsung setidaknya dua bulan terakhir, sekaligus mencegah adanya lonjakan kasus seperti yang dialami India dan Thailand.
"Menyangkut masalah mudik, Presiden mengatakan, narasi mudik hendaknya mengikuti kebijakan pemerintah pusat. Dan ini belum ada perubahan. Kemudian kita harapkan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan betul-betul dilakukan sesuai dengan aturan yang ada, yaitu patuh kepada protokol kesehatan," ujar Doni.