Senin 26 Apr 2021 16:22 WIB

Aktivis Myanmar Serukan Aksi Pembangkangan Sipil Lanjutan

Para aktivis menyerukan warga berhenti membayar tagihan listrik

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
 Foto selebaran yang disediakan oleh Istana Kepresidenan Indonesia menunjukkan Jenderal Senior Myanmar Min Aung Hlaing (Bawah, kanan) dan para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) lainnya menghadiri pertemuan para pemimpin ASEAN di sekretariat ASEAN di Jakarta, Indonesia, 24 April 2021.
Foto: EPA-EFE/LAILY RACHEV / INDONESIAN PRESIDENTIA
Foto selebaran yang disediakan oleh Istana Kepresidenan Indonesia menunjukkan Jenderal Senior Myanmar Min Aung Hlaing (Bawah, kanan) dan para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) lainnya menghadiri pertemuan para pemimpin ASEAN di sekretariat ASEAN di Jakarta, Indonesia, 24 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Aktivis yang menentang junta Myanmar menyerukan agar orang-orang berhenti membayar tagihan listrik dan pinjaman pertanian. Para aktivis juga menyerukan para siswa berhenti sekolah. 

Kampanye pembangkangan sipil di Myanmar telah melumpuhkan ekonomi dan meningkatkan prospek bencana kelaparan. Pada Senin (26/4), aktivis pro-demokrasi telah menyerukan intensifikasi upaya untuk menentang junta militer dengan menolak membayar tagihan listrik dan pinjaman pertanian.

Baca Juga

"Kami semua, orang-orang di kota-kota, daerah dan negara bagian harus bekerja sama untuk membuat boikot  terhadap junta militer," kata aktivis Khant Wai Phyo.

"Kami tidak berpartisipasi dalam sistem mereka, kami tidak bekerja sama dengan mereka," ujar Khant Wai Phyo menambahkan.

Aktivis mengkritik keonsensus lima poin dalam pertemuan ASEAN. Konsensus lima poin itu mencakup diakhirinya kekerasan, memulai dialog di antara semua pihak, menerima bantuan, dan menunjuk utusan khusus ASEAN yang akan diizinkan mengunjungi Myanmar. 

Perjanjian tersebut tidak menyebutkan upaya pembebasan tahanan politik. Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik mengatakan 3.431 orang ditahan karena menentang kudeta.

Aksi protes terjadi di kota-kota besar Myanmar pada Ahad (25/4). Tepatnya sehari setelah Jenderal Senior Min Aung Hlaing mencapai kesepakatan, pada pertemuan puncak dengan para pemimpin ASEAN di Jakarta, Indonesia.

Uni Eropa menyambut baik konsensus lima poin sebagai langkah maju yang mendorong upaya ASEAN untuk menyelesaikan krisis. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengatakan, Uni Eropa akan terus menyerukan pembebasan semua tahanan politik.

"Kami siap untuk mendukung dialog dengan semua pemangku kepentingan utama yang ingin menyelesaikan situasi dengan itikad baik, dengan tujuan untuk memfasilitasi pemulihan kekuasaan yang cepat ke lembaga demokrasi yang sah," ujar Borell. 

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement