Senin 26 Apr 2021 16:25 WIB

Pakar: Proses Evakuasi KRI Nanggala 402 Sulit

Tekanan air laut akan menjadi salah satu faktor utama sulitnya mengevakuasi Nanggala.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Agus Yulianto
Kapal selam KRI Nanggala-402 milik TNI AL
Foto: Antara
Kapal selam KRI Nanggala-402 milik TNI AL

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Dekan Sumber Daya Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB dan Ketua Kelompok Keahlian Oseanografi, Mutiara Rachmat Putri, mengatakan, ada beberapa kemungkinan yang terjadi jika evakuasi kapal KRI Nanggala 402 berlangsung. Selain sulitnya proses, ketersediaan dan kemampuan alat yang akan digunakan untuk mengangkat kapal tersebut juga sangat menentukan.

"Bagaimanapun, semakin dalam tekanan air pun akan semakin besar. Setiap penambahan kedalaman sepuluh meter akan meningkatkan tekanan air sebesar satu atmosfer. Jada, jika KRI Nanggala 402 akan diangkat, kemungkinan bagian-bagian dari kapal selam itu sudah pecah, dan akan bertambah retak atau pecah lagi karena melawan tekanan itu,” kata Mutiara kepada Republika.co.id, Senin (26/4).

Tekanan air laut akan menjadi salah satu faktor utama sulitnya mengevakuasi KRI Nanggala 402. Mutiara menjelaskan beberapa benda yang ditenggelamkan ke kedalaman laut bisa berubah wujud ketika diangkat ke permukaan. Misal, bungkus makanan dari bahan styrofoam dapat mengecil saat diangkat dari kedalaman 3.700 meter di Samudra Pasifik.

“Jadi, ini tergantung dari bahan atau materialnya. Kalau dilihat kapal selam ini pasti kuat untuk melawan tekanan tersebut, tapi karena sudah terbelah, jika diangkat ke atas, belum tentu kita  mendapatkan utuh seperti dari foto yang diperlihatkan dari Kapal Singapura,” ujar dia.

Yang perlu disoroti saat ini adalah ada atau tidak peralatan yang memungkinkan untuk mengangkat kapal tersebut ke permukaan. Sebab, semakin dalam laut semakin besar tekanan airnya dan ini terjadi secara alami. Posisi kedalaman Nanggala di 838 meter dan akan mendapatkan tekanan kira-kira mempunyai 80-90 bar.

Lebih lanjut, Mutiara mengatakan, arus di laut pun tidak bisa dilihat secara kasat mata jika sudah mencapai kedalaman tertentu. Tentu ini berbeda dengan arus atau gelombang di pantai yang terjadi karena arah angin. Angin mendorong ke arah pergerakan tersebut. “Kalau di kedalaman laut akan berbeda, faktornya bisa beragam. Bisa karena pasang surut dan perbedaan desitas air laut sehingga arusnya tidak bergantung faktor angin atau musim,” ucap dia.

Di perairan utara Bali, lanjut dia terjadi pula fenomena gelombang internal atau internal wave yang berasal dari Selat Lombok, yang merupakan gelombang panjang, yang dapat menjalar hingga mencapai kiloan meter dan amplitude gelombangnya bisa mencapai kedalaman 100 meter. Fenomena tersebut yang memengaruhi titik kedalaman kapal yang semakin dalam dan bergerak menjauhi posisi awal terdeteksinya kapal tersebut tenggelam.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement