REPUBLIKA.CO.ID, Sebagian dari kita mungkin masih disibukkan dengan perdebatan terkait ibadah keseharian. Yang muncul kemudian adalah jarak. Di satu pihak, ada yang merasa paling benar dan menyalahkan orang
lain. Di pihak lain, ada yang merasa direndahkan sehingga tak terima. “Semua itu kian memalingkan para peserta debat dari esensi ibadah itu sendiri. Ada yang sibuk memper debatkan ibadah, hingga tak sempat ibadah,” kata KH Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus.
Begitulah salah satu nasihat Gus Mus, seperti dirangkum dalam buku bertajuk Jangan Merasa Benar Sendiri. Penulisnya, Ahfa Waid, memaparkan berbagai petuah Gus Mus terkait persoalanper soalan keumatan dan kebangsaan.
Sebagai contoh, perbedaan pandangan di tengah sementara kalangan mengenai qunut dalam shalat subuh. Seperti diketahui, antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) ada sejumlah perbedaan, termasuk dalam perkara bagian shalat subuh ini.
Sesekali, perbedaan itu sampai-sampai memunculkan perdebatan di tengah umat. Keduanya sama-sama memiliki dasar dan pemahaman sesuai dengan mazhab yang dianutnya. Berdasarkan Mazhab Abu Hanifah, qunut hanya dilakukan kala sholat witir.
Mazhab Ahmad bin Hanbal menyebutkan, kesunahan qunut subuh hanya pada momen nazilah, yaitu ketika umat Islam sedang dilanda musibah. Bagi kalangan yang mengikuti Mazhab Syafi'i, seperti kebanyakan orang Muslim di Indonesia, membaca qunut Subuh termasuk sunnah ab'adl, yaitu jika ditinggalkan, maka dianjurkan melakukan sujud sahwi.
Umat Islam yang melakukan qunut Subuh biasanya bersandar kepada Mazhab Syafi'i, yang berpegangan pada hadits Nabi SAW, seperti diriwiyatkan Anas bin Malik. Bunyi hadits itu, Rasulullah SAW senantiasa berqunut di sholat fajar (sholat subuh) sampai beliau meninggal dunia.
Akan tetapi, Gus Mus menggarisbawahi, tak jarang perdebatan soal qunut tak dibawa ke ranah akademik, melainkan emosi semata. Alhasil, masing-masing peserta debat justru tak menunjukkan tanda-tanda rajin beribadah, semisal shalat subuh berjamaah di masjid.
Selain masalah ibadah, buku ini juga menyajikan beragam nasihat Gus Mus tentang agama, pendidikan, akhlak, kemanusiaan, per damaian, serta motivasi hidup. Sedikitnya, ada 61 butir nasihat Gus Mus yang dirangkum dalam buku setebal 184 halaman ini.