REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah ﷻ senantiasa memberikan nikmat-Nya kepada umatnya. Karena terlalu banyak, siapa pun tidak akan mampu menghitung nikmat dari-Nya.
Pengasuh pesantren Tunas Ilmu Purbalingga sekaligus dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi'i Jember, Ustaz Abdullah Zaen Lc.,MA dalam keterangan tertulisnya kepada Republika menyampaikan, di antara nikmat agamawi terindah adalah karunia Ramadhan. Sebuah bulan yang paling istimewa dibandingkan seluruh bulan yang ada.
"Sehingga konsekuensinya pun kita harus maksimal dalam mensyukurinya. Sebagaimana telah diingatkan Allah ta'ala di akhir ayat yang menyebutkan karunia bulan Ramadhan, "...وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ" "...Agar kalian bersyukur"(QS. Al-Baqarah ayat 185)," ucap Ustaz lulusan S2 jurusan Aqidah, Universitas Islam Madinah ini.
Ustaz mengatakan, di dalam kitab Thariq al-Hijratain, Ibn al-Qayyim rahimahullah menjelaskan, bahwa mensyukuri suatu karunia, hakikatnya perlu melalui lima tahapan. Pertama, menyadari karunia, kedua, mengenal Sang Pemberi karunia, ketiga, tidak mengingkari karunia tersebut, keempat, tunduk, patuh dan cinta kepada Sang Pemberi karunia, kelima, mempergunakan karunia tersebut sesuai yang disukai oleh Sang Pemberi karunia.
"Mari kita mengaplikasikan kelima tahapan syukur tadi pada karunia bulan Ramadhan," kata dia.
Ustaz menjelaskan, pada tahap pertama yakni, menyadari karunia, seseorang tidak akan menghargai sesuatu, jika ia tidak menyadari bahwa sesuatu tersebut adalah hal yang istimewa. Dan umat tidak akan mengetahui keistimewaan bulan Ramadhan, bila tidak mempelajari keutamaan-keutamaan bulan suci ini, sebagaimana yang termaktub dalam Alquran dan Hadits.
Nas-nas dalil menyebutkan bahwa Ramadhan memiliki banyak keistimewaan. Di antaranya, Ramadhan adalah bulan Alquran dan bulan yang diberkahi. Di bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Selain itu, pahala amal salih juga dilipatgandakan. Bahkan dalam satu malam lailatul qadar saja, umat berpotensi untuk mendulang pahala yang biasanya harus dikumpulkan selama 83 tahun empat bulan.
Selanjutnya pada tahap kedua, mengenal Sang Pemberi karunia, yaitu Allah Ta'ala. Dialah yang mengaruniakan pada umatnya bulan mulia Ramadhan dan seluruh karunia istimewa lainnya. Dialah yang memberi umatnya umur dan kesempatan untuk berjumpa dengan bulan suci ini.
Di saat begitu banyak orang dijemput ajal sebelum datangnya bulan Ramadhan. Dialah yang memberi seorang hamba kesehatan di bulan suci ini. Di saat begitu banyak orang harus terbaring lemah di ranjang-ranjang rumah sakit di bulan Ramadhan. Dialah yang memberikan hidayah di bulan suci ini. Di saat begitu banyak orang yang tidak tergerak hatinya untuk mendulang pahala di bulan Ramadhan. Dialah Allah Sang Pemberi segala karunia.
Pada tahap ketiga yakni tidak mengingkari karunia tersebut, mensyukuri suatu karunia tidak cukup hanya dengan menyadari karunia tersebut dan mengenali Sang Pemberi karunia. Namun juga harus mengakuinya dan tidak mengingkarinya.
"Bersikap acuh dan cuek dengan bulan Ramadhan, serta menganggapnya seperti bulan biasa, dikhawatirkan termasuk bentuk pengingkaran terhadap karunia bulan mulia ini," ucap Ustaz.
Kemudian pada tahap keempat, tunduk, patuh dan cinta kepada Sang Pemberi karunia, dengan merenungi melimpahruahnya nikmat yang dikaruniakan oleh Allah, maka umat bisa menyadari betapa besar perhatian dan kasih sayang-Nya kepada hambanya.
"Dialah ar-Rahman, Maha Pengasih, Dialah ar-Rahim, Maha Penyayang, Dialah al-Wadud, Maha Pencinta, Dialah al-Wahhab, Maha Pemberi karunia. Menyadari berbagai fakta ini akan menumbuhkan perasaan tunduk, patuh dan cinta kita kepada Allah Ta'ala," kata Ustaz Abdullah.
Lalu pada tahap kelima, mempergunakan karunia tersebut sesuai yang disukai oleh Sang Pemberi karunia, tahapan terakhir dalam mensyukuri karunia Ramadhan, adalah memanfaatkan bulan ini sejalan dengan aturan Allah Ta'ala. Sebab Dialah yang memberikan karunia tersebut.
Di dalam Alquran dan Hadits Rasul ﷺ, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan berbagai aturan pemanfaatan Ramadhan. Yang intinya adalah segala amalan yang ditunaikan harus memenuhi dua syarat. Yaitu niatnya ikhlas karena Allah, dan pelaksanaannya sesuai dengan tuntunan Rasulullah ﷺ.
"Maka hindarilah segala jenis praktek amalan yang tidak memenuhi dua kriteria di atas. Sebab bakal mendatangkan murka Sang Pemberi karunia, bukan keridhaan-Nya," kata Ustaz Abdullah.