REPUBLIKA.CO.ID, BATU PAHAT -- Sebuah kue tradisional asal Banjar dengan nama menarik, 'selak pintu' atau gerendel pintu, adalah makanan penutup langka. Makanan ini hanya bisa ditemukan pada bulan Ramadhan atau perayaan khusus.
Seorang penjual kue selak pintu, Aris Padilah Jaffar, mengatakan kudapan manis yang juga dikenal dengan nama 'pepudak' ini jarang dijual meski memiliki penggemarnya sendiri. Hal ini dikarenakan proses pembuatannya yang rumit.
Meski rumit, pria berusia 45 tahun ini berusaha tetap melanjutkan tradisi berjualan kue bersama istrinya, Asmida Mohd di Bazar Ramadhan Sri Medan. Bersama, mereka berupaya mengenalkan kue ini kepada generasi muda.
"Saya sudah hampir 10 tahun berjualan pepudak di bazar Ramadhan dengan resep yang diturunkan dari almarhum nenek saya, Kamsiah Arfan. Setiap hari saya menjual sekitar 500 buah dengan harga 80 sen per buah," kata dia dikutip di Bernama, Selasa (27/4).
Dalam bahasa Banjar, kue ini juga disebut dengan 'sunduk lawang', atau dalam bahasa Melayu 'selak pintu' atau 'palang pintu'. Nama ini diambil karena bentuknya yang memanjang seperti kait pintu rumah pada zaman dulu.
Menurut Aris, bahan kue ini hanya tepung terigu, santan, gula pasir, daun pandan dan sedikit garam. Yang membuat proses memasaknya sulit adalah membuat 'cangkang' atau pembungkusnya.
Ia mengatakan pembuatan cangkang dengan menggunakan daun pisang membutuhkan ketelitian, mulai dari pemilihan daun pisang hingga menggulung, mengisi, serta merebus kue.
Selama ini, ia hanya mengambil daun pisang dari jenis nipah atau kapas. Dua jenis pisang ini dinilai cocok sebagai pembungkusnya dan mencegah rasa pahit saat direbus.
"Daunnya juga perlu direbus sebelum adonan dimasukkan, agar tidak pecah saat digulung. Saya menggulung daun pisang dengan cetakan khusus sebelum adonan terisi, kemudian kedua ujung kue diikat dengan karet gelang dan dimasak dalam air mendidih hingga mengapung," ujarnya.
Kue pepudak ini dulunya populer di beberapa negara bagian, seperti di Kabupaten Perak Selama, Bagan Dato, dan distrik Teluk Intan; Selangor (Sabak Bernam, Tanjung Karang) dan Johor (Batu Pahat dan Kluang).
Wilayah-wilayah ini dulunya ditempati oleh masyarakat Banjar. Kue tersebut merupakan camilan favorit orang Banjar saat minum teh. Tetapi tradisi ini perlahan-lahan terlupakan seiring berlalunya waktu.
"Permintaan pepudak sekarang hanya saat Ramadhan dan dipesan untuk acara-acara seperti pesta dan hari keluarga bagi masyarakat Banjar," kata Aris.
Untuk memastikannya tidak punah, Aris mewariskan resep dan keterampilan membuat makanan penutup ini kepada anak sulungnya, Muhammad Nor Arfan Aris Padila. Remaja berusia 14 tahun ini akan membantunya menyiapkan pepudak setiap Ramadhan.
Meski demikian, dia berharap suatu saat ada upaya dari lembaga seperti Johor Heritage Foundation (YWJ) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk melestarikan kelezatan manis warisan lokal tersebut.