Selasa 27 Apr 2021 16:38 WIB

Mudik dan Mutasi India Jadi Tantangan Baru Penanganan Covid

Tradisi mudik atau bepergian tingkatkan mobilitas yang picu kenaikan kasus Covid-19.

Calon penumpang mencetak tiket kereta api di Stasiun Kotabaru, Malang, Jawa Timur, Selasa (27/4/2021). PT KAI (Persero) mencatat penjualan tiket kereta api jarak jauh (KAJJ) untuk keberangkatan sebelum larangan mudik yakni tanggal 22 April sampai dengan 5 Mei 2021, secara rata-rata sudah terjual sebanyak 40 persen dari 48 ribu tiket yang disediakan per hari.
Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Calon penumpang mencetak tiket kereta api di Stasiun Kotabaru, Malang, Jawa Timur, Selasa (27/4/2021). PT KAI (Persero) mencatat penjualan tiket kereta api jarak jauh (KAJJ) untuk keberangkatan sebelum larangan mudik yakni tanggal 22 April sampai dengan 5 Mei 2021, secara rata-rata sudah terjual sebanyak 40 persen dari 48 ribu tiket yang disediakan per hari.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Wahyu Suryana, Haura Hafizah, Nawir Arsyad Akbar, Ali Mansur

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut, perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia saat ini cenderung terkendali jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Namun, Indonesia tengah dihadapkan pada tantangan baru penanganan Covid-19.

Baca Juga

“Yaitu seiring dengan masuknya kita ke dalam periode bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri yang sangat terkait dengan tradisi mudik atau bepergian yang berpotensi meningkatkan penularan antardaerah,” jelas Wiku saat konferensi pers, Selasa (27/4).

Karena itu, pemerintah memutuskan kebijakan pembatasan mobilitas nasional dan internasional yang akan masuk ke Indonesia guna mencegah kasus impor antarnegara maupun antardaerah. “Inilah saatnya masyarakat saling bahu membahu untuk memberikan sumbangsihnya, untuk mempertahankan kondisi kasus yang cenderung stabil, bahkan terus menekan angka kasus aktif dan kematian,” ujar dia.

Berdasarkan riset yang dilakukan Kementerian Perhubungan, diperkirakan larangan mudik tidak akan menghalangi sekitar tujuh persen masyarakat atau sekitar 17 juta jiwa pulang kampung. Sebenarnya, angka tersebut sudah lebih rendah dibanding dibanding jumlah warga yang diprediksi masih nekat mudik setelah adanya larangan mudik pada awal-awal pengumuman kebijakan, yakni sekitar 11 juta atau 27,5 juta orang. Namun tetap saja, hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya potensi arus mudik yang masih cukup besar.

Pemerintah tetap akan melanjutkan kebijakan pengetatan mobilitas dan peningkatan pengawasan demi menekan pergerakan manusia selama Ramadhan dan terlebih menjelang Lebaran nanti. Upaya ini dilakukan demi menjaga konsisten penurunan tren kasus Covid-19 yang sudah berlangsung setidaknya dua bulan terakhir, sekaligus mencegah adanya lonjakan kasus seperti yang dialami India dan Thailand.

Satgas mencatat, jumlah kasus aktif Covid-19 per 26 April 2021 mencapai 100.652 atau 6,1 persen. Sedangkan jumlah kasus sembuh kumulatif sebanyak 1.501.715 atau 91,2 persen dan jumlah kasus meninggal kumulatif telah mencapai 44.771 atau 2,7 persen.

Indonesia memang tidak hanya menghadapi tantangan kenaikan kasus pascalebaran. Faktanya, sejumlah negara di dunia menghadapi kenaikan kasus Covid-19.

Wiku mengatakan, globalisasi membuat negara-negara saling terkait satu sama lain sehingga penularan virus pun tak mengenal batas teritorial negara. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa mutasi virus Covid-19 yang ditemukan di negara lain dan saat ini pula juga telah ditemukan di Indonesia.

Kenaikan jumlah kasus di dunia ini juga akan berimbas pada peningkatan potensi penularan kasus antarnegara. Meskipun saat ini Indonesia justru termasuk negara dengan kondisi kasus Covid-19 yang cenderung terkendali, namun Indonesia tengah dihadapkan pada tantangan baru penanganan Covid-19.

Karena itu, pemerintah memutuskan kebijakan pembatasan mobilitas nasional dan internasional yang akan masuk ke Indonesia guna mencegah kasus impor antarnegara maupun antardaerah. “Inilah saatnya masyarakat saling bahu membahu untuk memberikan sumbangsihnya, untuk mempertahankan kondisi kasus yang cenderung stabil, bahkan terus menekan angka kasus aktif dan kematian,” ujar dia.

Ketua Pokja Genetik FK-KMK UGM, dr Gunadi mengatakan, mutasi Covid akan terus berlangsung. Maka itu, ia meminta masyarakat tetap patuh protokol kesehatan, walaupun usai menerima vaksin karena risiko infeksi masih dapat terjadi.

"Mutasi virus tidak akan pernah selesai. Sifat mutasi ini perlu diwaspadai, tapi tidak perlu khawatir berlebihan dengan tetap menerapkan prokes," kata Gunadi.

Dosen FK-KMK UGM ini menjelaskan, data Gisaid varian corona baru dengan dua atau tiga mutasi dari India belum terdeteksi di Indonesia. Tapi, bisa saja ke depan muncul karena sebelumnya varian Inggris B117 juga sudah terdeteksi di Indonesia.

Faktor mobilitas yang tinggi dan penerapan protokol kesehatan masyarakat rendah memperbesar peluang transmisi virus corona varian baru ini. Sehingga, di Tanah Air tidak terjadi seperti di India, maka perlu disiplin terhadap prokes.

"Meski sudah divaksin jangan lantas longgarkan prokes karena masih bisa terinfeksi," ujar Gunadi.

Ia menekankan, kini belum ada penelitian tripel mutasi. Tapi, perlu diwaspadai dari varian B1618 ini mengandung tiga mutasi receptor binding domain (RBD) protein S yang berikatan langsung sel inang manusia E484Q, L452R, dan V382L.

Mutasi E484Q terletak dari lokasi yang sama dengan mutasi E484K yang dideteksi di varian Afrika Selatan dan Brasil. Sehingga, mutasi E484Q diduga miliki sifat yang sama dengan E484K, yaitu bisa menghindari sistem kekebalan tubuh manusia.

"Saat ini belum ada bukti penelitian yang menunjukkan varian B1617 maupun B1618 mempengaruhi kecepatan transmisi atau penularan, keparahan penyakit Covid-19 serta efektivitas vaksin," kata Gunadi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement