REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Etik Partai Golkar, Mohammad Hatta mengatakan, bahwa pihaknya masih menunggu jalannya proses hukum dugaan perkara suap yang melibatkan anggota penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKP Stepanus Robin Pattuju dan Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial yang menyeret nama Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Azis Syamsuddin. Sehingga, pihaknya tak ingin berspekulasi dengan kasus tersebut.
"Kita tidak perlu banyak berkomentar kemudian berspekulasi, juga kita harus mengedepankan dan tetap menghormati asas praduga tidak bersalah,” ujar Hatta saat dihubungi, Selasa (27/4).
Dia menjelaskan, Dewan Etik Partai Golkar tidak bisa tiba-tiba menggelar sidang etik sebelum adanya kepastian hukum. Pihaknya menegaskan, tetap menerapkan asas praduga tak bersalah terhadap Azis Syamsuddin.
"Apa saja yang kita lihat ini mengarah kepada kemungkinan pelanggaran etik, itu kita tidak bisa istilahnya kemudian melakukan spekulasi begitu,” ujar Hatta.
Sebelumnya, KPK menetapkan mantan wali kota Tanjung Balai, M Syahrial (MS), sebagai tersangka dugaan perkara penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara. Dia ditetapkan bersama dengan penyidik KPK dari kepolisian Stepanus Robin Pattuju (SRP) dan seorang pengacara Maskur Husain (MH).
SRP diduga melakukan pemerasan kepada MS agar KPK menghentikan penyidikan terhadap tersangka wali kota Tanjung Balai tersebut. Sementara, Azis Syamsuddin disebut-sebut menjembatani pertemuan antara SRP dan MS di rumah dinas Wakil Ketua DPR RI di Jakarta Selatan pada Oktober 2020 lalu.
Selanjutnya, SRP bersama MH sepakat untuk membuat komitmen dengan MS terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang sebesar Rp 1,5 miliar.
MS lantas menyetujui permintaan SRP dan MH dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik teman dari saudara SRP, RA. MS juga memberikan uang secara tunai sehingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp 1,3 miliar.