REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringatan Hari Buruh pada 1 Mei mendatang atau yang dikenal dengan May Day, akan diperingati oleh buruh dengan turun aksi di berbagai kota di Indonesia. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, bahwa peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei 2021 akan diikuti oleh berbagai element buruh, termasuk di dalamnya adalah KSPI.
Khusus dari KSPI, kata Said Iqbal, peringatan May Day kali ini akan diikuti sekurang-kurangnya 50 ribu buruh, di 3.000 perusahaan/pabrik, 200 kabupaten/kota, dan 24 provinsi. Sedangkan di Jakarta, aksi akan dipusatkan di Istana dan Mahkamah Konstitusi.
"Ada dua isu utama yang akan kami usung dalam May Day tahun ini," ujar Said Iqbal dalam keterangannya, Selasa (27/4).
Isu pertama adalah batalkan UU Cipta Kerja, sedangkan yang kedua adalah berlakukan UMSK tahun 2021. Sebagaimana diketahui, saat ini KSPI sedang melakukan uji formil dan uji materiil terhadap omnibus law UU Cipta Kerja.
Berkaitan dengan itu, kaum buruh meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk mendengarkan apa yang disampaikan kaum buruh dalam May Day. Penolakan kaum buruh terhadap omnibus law bukan tanpa alasan.
"Bagi kami, UU Cipta Kerja menghilangkan kepastian kerja (job security), kepastian pendapatan (income security) dan jaminan sosial (social security)," kata Said Iqbal.
Terkait dengan tidak adanya kepastian kerja, hal ini tercermin dari dibebaskannya penggunaan outsourcing untuk semua jenis pekerjaan. Sehingga bisa saja, seluruh buruh yang dipekerjakan oleh pengusaha adalah buruh outsourcing.
Begitu pun dengan buruh kontrak, yang saat ini tidak ada lagi batasan periode kontrak. Sehingga buruh bisa dikontrak berulang-ulang hingga puluhan kali. Berkenaan dengan tidak adanya kepastian pendapatan, hal ini terlihat dari dihilangkannya upah minimum sektoral. Di samping adanya klausa bahwa upah minimum kabupaten/kota "dapat" ditetapkan.
Kata dapat di sini artinya, UMK bisa ditetapkan dan bisa juga tidak. Jika tidak ditetapkan, maka akan terjadi penurunan daya beli buruh yang signifikan. Begitu pun dengan tidak adanya jaminan sosial. Keberadaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), dinilai belum mampu memberikan proteksi kepada buruh yang kehilangan pekerjaan.
Selain buruh kontrak dan outsourcing akan sulit mengakses JKP, dana JKP pun diambil dari dana JKK dan JKM. Sehingga ke depan dikhawatirkan akan terjadi gagal bayar.
Menurut Said Iqbal, pihaknya sudah bertemu dang berkoordinasi dengan Gerakan mahasiswa seperti BEM SI, KAMMI, dan beberapa BEM di kampus besar terkait dengan aksi May Day. Saat May Day nanti, Mahasiswa dan buruh akan bersatu dan turun jalan bersama untuk menyuarakan penolakan terhadap omibus law.
"Karena masalah omnibus law bukan hanya masalah kami yang saat ini sedang bekerja. Tetapi juga generasi muda yang nanti akan memasuki pasar kerja," tegasnya.