Ini adalah skenario yang horor. Orang-orang yang bersemangat mendapatkan vaksin COVID-19 yang sudah lama didambakan dan mungkin telah mengeluarkan banyak uang untuk itu, berakhir dengan mendapat suntikan vaksin palsu.
Upaya vaksinasi global dicederai oleh penipu yang ingin mendapat keuntungan dari permintaan besar vaksin COVID-19. Perusahaan farmasi Amerika Serikat (AS) Pfizer telah mengonfirmasi setidaknya dua versi vaksinnya yang palsu. Zat yang dimaksud berasal dari Meksiko dan Polandia.
Di Meksiko, vaksin palsu teridentifikasi setelah diberikan kepada 80 pasien di sebuah klinik, menurut The Wall Street Journal. Namun, tidak ada yang mengalami sakit akibat zat yang tidak efektif tersebut. Botol tersebut menarik perhatian karena disimpan dalam pendingin berwarna sangat cerah, serta memiliki nomor seri dan tanggal kadaluwarsa yang berbeda dari yang dijual secara resmi ke negara bagian. Pengujian di Pfizer memastikan bahwa bahan tersebut palsu.
Penipuan itu tidak mengejutkan Lev Kubiak, kepala keamanan global Pfizer. "Kami memiliki pasokan yang sangat terbatas, pasokan yang baru akan meningkat saat kami meningkatkan (produksi) dan perusahaan lain memanfaatkan kekosongan ruang tersebut. Dalam masa itu, ada peluang bagi kriminal," kata Kubiak kepada surat kabar tersebut.
Khawatir vaksin palsu dapat merusak kampanye vaksinasi
Setidaknya ada satu kasus vaksin palsu yang muncul di Uni Eropa (UE). Komisi Eropa telah menandatangani kontrak dengan Pfizer untuk memasok UE dengan 250 juta dosis pada kuartal kedua 2021. Pada 2023, Uni Eropa berencana membeli 1,8 miliar dosis vaksin, yang dikembangkan di kota Mainz, Jerman.
Seorang pria berusia 26 tahun ditangkap atas keterlibatan dengan vaksin palsu di kota Katowice pada akhir Januari, menurut kantor berita Polandia, Polsat. Pria itu menjual sertifikat palsu di darknet dengan tes PCR negatif dan botol yang dia klaim berisi vaksin BioNTech-Pfizer.
Tim investigasi Polsat membeli beberapa dosis, kemudian kantor kejaksaan Katowice menyerahkannya ke produsen untuk dianalisis, dan Pfizer mengidentifikasi zat itu palsu. Bahan utamanya ternyata adalah zat anti keriput. Dosis yang dibeli itu tidak diberikan kepada siapa pun.
Namun, Menteri Kesehatan Adam Niedzielski tidak melihat masalah yang secara serius dapat membahayakan kampanye vaksinasi Polandia. "Risiko dosis palsu memasuki peredaran resmi secara praktis tidak ada," katanya kepada wartawan pada konferensi pers, menambahkan bahwa negara membeli dan mendistribusikan vaksin" dan semua produk bersertifikat dikirim langsung ke pusat vaksinasi."
Niedzielski lebih khawatir bahwa berita tentang vaksin palsu dapat merusak upaya pemerintah selama berbulan-bulan untuk membangun kepercayaan terhadap vaksin. Di situsnya, pemerintah secara rutin mengedukasi masyarakat tentang berita palsu sehubungan dengan vaksinasi COVID-19.
Kampanye Polandia berjalan lancar: Lebih dari 10 juta dosis telah diberikan, dan lebih dari 2 juta dari 38 juta warga memiliki perlindungan penuh. Di bawah tagar #szczepimySie ("kami akan divaksinasi"), pemerintah menggunakan media sosial untuk mendorong orang Polandia mau divaksin.
Pada hari Sabtu (24/4), Perdana Menteri Mateusz Morawiecki mendapatkan suntikan pertamanya, dan mengunggah momen itu dengan swafoto bersama istrinya, Iwona, di Stadion Nasional Warsawa, yang telah diubah menjadi pusat vaksinasi sementara.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyadari masalah pemalsuan ini. Pada akhir Maret, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan tentang dosis vaksin yang masuk ke sistem dengan cara lain selain melalui saluran pasokan biasa.
Ghebreyesus mengatakan bahwa kementerian kesehatan dan badan pengatur di seluruh dunia menerima tawaran mencurigakan untuk memasok vaksin, bersama dengan laporan bahwa "kelompok kriminal" menggunakan kembali kemasan vaksin yang sudah dipakai.
"Kami mendesak pembuangan yang aman atau penghancuran botol vaksin bekas dan kosong untuk mencegah mereka digunakan kembali oleh kelompok kriminal,‘‘ ujarnya.
Ghebreyesus mendesak orang untuk tidak "membeli vaksin di luar program vaksinasi yang dijalankan pemerintah." Dosis tersebut, katanya, bisa "di bawah standar atau dipalsukan, dengan potensi menyebabkan bahaya serius." (pkp/hp)