Rabu 28 Apr 2021 04:37 WIB

Israel Tolak Beri Izin, Pemilu Pertama Palestina Dibatalkan

6.000 pemilih di Yerusalem perlu serahkan surat suara melalui pos.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Friska Yolandha
 FILE - Dalam file foto 25 Januari 2006 ini, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, memberikan suara dalam pemilihan Parlemen Palestina di markas besarnya di kota Ramallah, Tepi Barat. Ketika terakhir kali Palestina mengadakan pemilu 15 tahun lalu,.
Foto: AP/Muhammed Muheisend
FILE - Dalam file foto 25 Januari 2006 ini, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, memberikan suara dalam pemilihan Parlemen Palestina di markas besarnya di kota Ramallah, Tepi Barat. Ketika terakhir kali Palestina mengadakan pemilu 15 tahun lalu,.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pejabat Mesir mengkonfirmasi keputusan Otoritas Palestina untuk membatalkan pemilu pertamanya dalam 15 tahun terakhir, mengutip penolakan Israel untuk mengadakan pemungutan suara di Yerusalem Timur. Keputusan itu secara efektif akan memberikan hak veto kepada Israel atas penyelenggaraan pemilu, meskipun Presiden Mahmoud Abbas juga bisa mendapatkan keuntungan dari pembatalan pemungutan suara.

Seorang diplomat Mesir dan seorang pejabat intelijen mengatakan, mereka telah diberitahu tentang keputusan itu, yang akan diumumkan pada pertemuan faksi-faksi Palestina. Mereka mengatakan Mesir sedang dalam pembicaraan dengan Israel untuk mencapai kompromi untuk memungkinkan pengadaan pemungutan suara, meski upaya tersebut sejauh ini gagal.

Pejabat intelijen itu mengatakan Hamas ingin pemilihan terus berjalan tetapi tidak ada faksi yang ingin melanjutkan tanpa jaminan dari komunitas internasional bahwa pemungutan suara akan diadakan di Yerusalem timur. Pejabat itu mengatakan bahwa faksi-faksi sedang membahas pembentukan pemerintah persatuan, tanpa memasukkan Hamas.

Sementara itu, Komisi Pemilihan Palestina mengatakan setidaknya 6.000 pemilih di Yerusalem timur perlu menyerahkan surat suara mereka melalui kantor pos Israel sesuai dengan perjanjian sebelumnya, sementara 150.000 lainnya dapat memberikan suara dengan atau tanpa izin Israel.

Sejumlah kecil pemilih yang membutuhkan izin Israel tampaknya tidak akan berdampak menentukan pada pemungutan suara, tetapi partisipasi mereka dipandang penting secara simbolis untuk mempertahankan klaim Palestina atas Yerusalem timur. Namun Israel belum mengatakan apakah akan mengizinkan mereka untuk memilih.

Mereka juga memberikan alasan bagi Abbas untuk membatalkan pemilihan parlemen bahwa gerakan Fatahnya diperkirakan akan kalah telak. Fatah telah terpecah menjadi tiga daftar saingan, membuka jalan bagi Hamas untuk muncul sebagai partai terbesar di parlemen. Israel dan komunitas internasional, yang memandang Hamas sebagai kelompok teroris, juga akan dengan tenang menyambut penundaan atau pembatalan pemungutan suara.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement