REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mencatatkan bisnis internasional sebesar empat juta dolar AS atau setara Rp 57,9 miliar pada kuartal satu 2020. Adapun realisasi ini tumbuh 13 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan pandemi Covid-19 tidak menyurutkan bisnis perusahaan di luar negeri. “Komponen terbesar yang mendukung pertumbuhan ini yakni fee based income atau keuntungan yang didapat dari transaksi jasa-jasa bank. Lalu ada juga yang berasal dari kredit atau instrumen yang menghasilkan bunga,” ujarnya saat konferensi pers virtual seperti dikutip Rabu (28/4).
Menurutnya pertumbuhan kredit di luar negeri juga tumbuh 13 persen atau sebesar 351 juta dolar AS atau setara Rp 5,08 triliun. Meski pertumbuhan kantor cabang luar negeri ini mencatatkan pertumbuhan yang positif, namun rencana ekspansi ke negara-negara lain terpaksa diurungkan.
Alasannya, bank pelat merah ini fokus mengkonsolidasikan diri dan membantu pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional."Kita masih fokus konsolidasi di dalam negeri dan mengoptimalkan peran Bank Mandiri untuk pemulihan ekonomi nasional," ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga masih menunggu hasil kajian dari rencana ekspansi ke negara-negara lain, sehingga ekspansi global saat ini belum menjadi prioritas perseroan.
"Kita melihat potensi yang ada buat ekspansi global tapi ini juga masih dalam kajian karena masih menunggu saat yang tepat, mungkin setelah pandemi," ucapnya.
Di samping itu, Darmawan menyebut kredit perbankan tahun ini akan mengalami perbaikan meski masih dibayangi pandemi Covid-19. Sebab, perbankan sudah mulai beradaptasi dengan keadaan sehingga bisnis model yang dijalankan tahun ini akan lebih baik dari sebelumnya.
"Kredit perbankan tahun ini akan lebih baik dibandingkan tahun lalu karena kita punya pengalaman bagaimana menjalan bisnis saat pandmei masih berlangsung," kata Darmawan.
Tercermin dari kinerja keuangan Bank Mandiri kuartal satu 2021 tumbuh 9,1 persen atau meningkat dari Rp 878 triliun menjadi Rp 984,9 triliun pada 2021. Penyaluran kredit ini juga meningkat dibandingkan Desember 2020 yang menyalurkan kredit sebesar Rp 871,27 triliun.
Menurutnya penyaluran kredit juga akan berangsur membaik dengan didorong keberhasilan vaksinasi massal, program paket stimulus pemulihan ekonomi nasional tahun 2020 dan tahun 2021. Berbagai program ini bertujuan untuk mengembalikan kondisi ekonomi kembali seperti sebelum terjadinya penyebaran virus corona.
"Program-program ini diharapkan akan berdampak ke aktivitas ekonomi di wilayah dan menciptakan demand atau pembiayaan kredit," kata dia.
Selain itu, di berbagai wilayah Indonesia juga telah ada peningkatan harga komoditas seperti CPO, batubara, nikel dan lainnya. Adanya peningkatan harga komoditas ini diharapkan bisa berdampak positif pada pertumbuhan kredit perbankan.
“Di berbagai wilayah juga sudah ada peningkatan harga komoditas, sehingga potensi bisnis ini terlihat bisa berdampak pada perekonomian nasional meskipun peningkatan harga hanya terjadi di daerah tertentu,” ucapnya.